Disnakertrans DIY Tegaskan Belum Ada Regulasi Baru Terkait Upah Minimum 2025

Ratnawati menekankan bahwa upah merupakan hak pekerja yang dihasilkan dari hubungan kerja antara karyawan dan perusahaan.

|
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Diskusi publik bertajuk Penetapan Upah Minimum: Mencapai Keadilan Sosial Melalui Upah Layak yang digelar di Universitas Mercu Buana Yogyakarta, Rabu (23/10/2024). 

Sementara itu, Koordinator Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY, Irsyad Ade Irawan mengungkapkan bahwa biaya pendidikan yang tinggi menjadi salah satu hambatan utama bagi buruh di Indonesia untuk mengakses pendidikan tinggi.

Irsyad menyoroti bahwa rata-rata biaya pendidikan mencapai sekitar Rp5 juta, sementara pendapatan buruh di banyak daerah, termasuk Yogyakarta, hanya berkisar Rp2,9 juta.

“Ini menjadi tantangan besar. Dengan biaya pendidikan yang tinggi, buruh sulit untuk mengakses pendidikan yang lebih baik. Jika kita lihat data terbaru, banyak buruh yang terjebak dalam lingkaran kemiskinan karena pendidikan mereka hanya sampai SMA,” jelasnya.

Irsyad juga mengaitkan masalah pendidikan dengan budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat.

Menurutnya, banyak perempuan yang terhambat untuk mandiri dan mencari pekerjaan karena adanya anggapan bahwa peran mereka hanya sebagai pengurus rumah tangga. 

“Budaya ini membuat perempuan kurang memiliki akses untuk meningkatkan keterampilan dan pendidikan mereka,” tambahnya.

Menyikapi kondisi ini, Irsyad mengusulkan kepada pemerintah agar lebih banyak alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk program beasiswa pendidikan.

“Kami mengusulkan agar beasiswa diberikan kepada buruh yang bergaji di bawah Rp3 juta. Dengan begitu, kita dapat meningkatkan akses pendidikan tinggi bagi mereka dan anak-anak mereka,” ujarnya.

Lebih lanjut, Irsyad menjelaskan bahwa penting bagi pemerintah untuk mendorong kolaborasi antara berbagai pihak, termasuk legislatif, dalam upaya peningkatan pendidikan buruh.

“Kami sering berkomunikasi dengan DPRD untuk memperjuangkan program-program beasiswa ini, agar lebih banyak anak buruh dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,” ungkapnya.

Dalam kesempatan ini, Irsyad juga mengangkat isu buruh informal yang jumlahnya mencapai 53,4 persen dari total tenaga kerja.

Ia mempertanyakan apakah buruh informal ingin tetap di sektor informal atau beralih ke sektor formal.

“Banyak buruh informal sebenarnya ingin masuk ke sektor formal, tetapi akses ke pekerjaan formal terbatas. Ini adalah tantangan yang harus diatasi,” tegasnya.

Irsyad mencatat bahwa keberadaan buruh informal, seperti pengrajin dan pelaku usaha kecil, sangat besar.

Namun, mereka sering kali tidak memiliki perlindungan dan kesejahteraan yang memadai.

Irsyad berharap agar semua pihak dapat bersinergi untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan akses pendidikan.

Ia menekankan pentingnya untuk tidak hanya berbicara tentang masalah, tetapi juga mencari solusi yang konkret. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved