Pilkada 2024

Paslon Tunggal di 38 Daerah pada Pilkada 2024, Bukti Nyata Parpol Gagal Calonkan Kader Sendiri

Mada berujar, partai politik belum siap sehingga mereka juga tidak mampu menghasilkan alternatif bagi masyarakat.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
dpp.fisipol.ugm.ac.id
Mada Sukmajati, Pakar Politik UGM 

Peraturan yang dimaksud Mada ini merujuk pada bagaiman KPU akan mengatur masyarakat yang kemudian berkampanye untuk kotak kosong karena statusnya yang setara dengan calon tunggal.

Ada prinsip dalam Pemilu yang harus ditegakkan, yaitu kesetaraan kontestasi sehingga perlu diatur regulasi kampanye kotak kosong ini.

Apalagi, menurutnya, ketika masyarakat tidak dilibatkan dan ini bisa menjadi sarana bagi resistensi masyarakat terhadap calon yang tunggal yang disodorkan oleh partai-partai politik.

Dalam sejarah Pilkada di Indonesia sendiri, kotak kosong pernah mengalahkan calon tunggal di wilayah tersebut. Mada mengatakan saat itu ada gerakan sosial untuk mengkampanyekan kotak kosong sehingga regulasi perlu dibuat untuk mengakomodasi suara masyarakat. 

Dengan demikian, Mada menyimpulkan bahwa semua pihak perlu berkontribusi untuk menghadirkan Pilkada yang baik, tetapi masyarakat tetap menjadi inti atau substansi.

Ini adalah momentum bagi rakyat dalam memilih kepala daerah berdasarkan visi dan misi yang berkaitan langsung dengan hajat hidup mereka sehari-hari seperti pendidikan dan kesehatan.

Mada mencontohkan dengan kondisi kabupaten dan kota di Yogyakarta saat ini yang erat dengan isu-isu urban, misalnya kemacetan, banjir, isu-isu yang menyasar kelompok -kelompok pertanian misalnya konversi lahan hijau ke perumahan, soal pupuk, kesejahteraan petani.

Belum lagi mengenai konteks anak muda hari ini yang kesulitan mencari tempat tinggal yang layak dan mendapatkan pekerjaan yang layak.

“Kini masyarakat yang harus bergerak sendiri agar tidak kehilangan momentum pemilihan ini sebab edukasi politik hampir mustahil datang dari paslon atau partai politik itu sendiri. Masyarakat, utamanya anak muda dapat membantu mengedukasi melalui aktivisme-aktivisme digital maupun langsung,” pesan Mada. 

Menurutnya, generasi muda ini mempunyai peran strategis untuk mengembangkan pendidikan politik bagi pemilih, apalagi saat ini menjadi titik untuk melakukan perubahan di daerah-daerah sehingga momentum tersebut harus dimanfaatkan.

“Gerakan-gerakan ini dapat dilakukan secara sederhana mulai dari masyarakat akar rumput, dimulai dari keluarga dan teman dekat atau dengan membuat konten-konten edukasi mengenai Pilkada di media sosial,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved