Puluhan Warga Suspect Antraks dan 1 Orang Meninggal Dunia, Ini Kata Kepala Dinkes DIY

Kasus antraks kembali muncul di wilayah Gunungkidul dan wilayah Sleman. Puluhan orang menjadi suspect

|
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
Tribun Jogja/Hanif Suryo
Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) DIY, Pembajun Setyaningastutie saat ditemui di Gedung DPRD DIY, Rabu (13/3/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY, Pembajun Setyaningastutie angkat bicara terkait 43 warga di Padukuhan Kayoman, Serut, Gedangsari, Gunungkidul dan Kalinongko Kidul, Gayamharjo, Prambanan, Sleman yang suspect antraks, bahkan satu orang dilaporkan meninggal dunia.

Pembajun mengatakan, bahwa satu orang tersebut belum dapat dikatakan meninggal dunia dengan status positif antraks.

"Saya belum bisa bilang itu antraks atau bukan, karena yang bersangkutan meninggal sebelum diambil sampelnya. Jadi kita nggak bisa bilang dia antraks atau tidak," kata Pembajun saat ditemui di Gedung DPRD DIY, Rabu (13/3/2024).

"Kalau kita ber-statement itu, harus tegak dulu diagnosanya. Gejala bisa sama, tapi hasil lab-nya belum tentu dan ini sudah kesekian kali di Gunungkidul itu yang kami prihatinkan, terjadi lagi dan lagi," imbuhnya.

Lebih lanjut Pembajun mengatakan, kronologi temuan kasus dugaan penyakit antraks bermula pada tanggal 7 Maret 2024, saat Dinas Kesehatan Gunungkidul menerima informasi dari Dinkes Sleman.

"Ada pasien mondok di RS Prambanan, seterusnya Dinkes Gunungkidul berkoordinasi untuk info lebih lanjut dengan Puskesmas Gedangsari 2 dan RSUD Prambanan untuk memastikan. Tanggal 8 (Maret), bersama Satuan Tugas One Health, Dinkes Gunungkidul, Sleman, Puskesmas Gedangsari serta Puskesmas Prambanan, dilakukan epidemiologi gabungan ke lokasi perbatasan Kayoman, Serut, Gedangsari, Gunungkidul dan Kalinongko Kidul, Gayamharjo, Prambanan," ujar Pembajun.

Baca juga: Cegah Penularan Antraks, Pemkab Bantul Perketat Pengawasan Hewan Ternak dari Luar Daerah

Setelah dilakukan penelusuran, lanjut Pembajun, ternyata pada tanggal 12 Februari 2024 ada seorang warga Padukuhan Kayoman, Serut, Gedangsari, Gunungkidul berinisial S, 1 kambing peliharaannya mati dan dikubur. Sementara 3 ekor kambing lainnya disembelih dan dagingnya kemudian dibagikan kepada warga sekitar.

Sehari berselang, 1 ekor sapi milik S mati dan malam harinya dikuliti dan dagingnya dibagikan kepada warga.

"Pak Dukuh sudah mengingatkan, tapi ternyata memang dagingnya sudah (dibagikan) ke mana-mana," terang Pembajun.

Pada tanggal 24 Februari 2024, lanjut Pembajun, 1 kambing milik warga yang sama mati dan kemudian disembelih dan dikuliti di rumah tetangganya. Dagingnya, dibagikan kembali kepada warga.

"Setelah itu, banyak warga sekitar yang mengalami gejala panas dan muntah," terang Pembajun.

Pada 2 Maret 2024, S, mengalami demam, sakit kepala, dan gatal disekitar wajah hingga bengkak berair hingga dirawat ke RS Prambanan, ditunggu oleh sang istri yang ternyata kemudian mengalami gejala sama.

Tanggal 7 Maret 2024, kata Pembajun, kembali diterima laporan adanya 1 sapi dan 2 kambing milik S yang mati mendadak.

"Kemudian hasil Penyelidikan Epidemiologi (PE) tanggal 8 Maret 2024, total 23 orang dilakukan pemeriksaan dengan 16 orang tidak bergejala dan 7 orang bergejala," terang Pembajun.

"Diambil sampel kepada yang bergejala meliputi darah dan swab kulit, kemudian dibawa Diskes ke Balai Besar Teknik Kesehatan dan Pengendalian Penyakit (BBTKLPP) Yogyakarta," lanjutnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved