Kolom Bawaslu DIY
Waspadai Potensi Kerawanan Kampanye
"Pada tahapan ini, skala kerawanan pemilu menjadi tinggi karena potensi pelanggaran akan meningkat, dan hal tersebut dapat mengancam integritas pemilu
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemilihan Umum sebentar lagi memasuki tahapan kampanye, tepatnya pada 28 November 2023 hingga 10 Februari 2024.
Kontestan pemilu, yaitu calon legislatif DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi, DPR, DPD, dan Calon Presiden/Wakil Presiden akan beradu gagasan dan program.
"Pada tahapan ini, skala kerawanan pemilu menjadi tinggi karena potensi pelanggaran akan meningkat, dan hal tersebut dapat mengancam integritas pemilu," ujar Bayu Mardinta Kurniawan, Anggota Bawaslu DIY.
Baca juga: Kasus Luberan Limbah Cair di Kawasan Tugu Yogyakarta, Satpol PP Curigai 3 Pelaku Usaha
"Di sinilah satu di antara tahapan pemilu yang patut kita waspadai dan cermati bersama, terutama terkait potensi pelanggaran pemilu pada tahapan kampanye," tambahnya.
Bayu mengatakan, satu dari sekian potensi pelanggaran yang dapat dipetakan pada tahapan kampanye ialah terkait penyalahgunaan fasilitas negara yang dipergunakan untuk kampanye politik.
Pejabat negara/pemerintah sangat mungkin dapat menggunakan sumber daya publik untuk pemenangan atau mendukung salah satu kandidat tertentu.
Praktik penyalahgunaan fasilitas negara biasanya berupa pemanfaatan APBN untuk kegiatan dengan maksud tertentu, atau penggunaan barang milik negara seperti mobil dinas, rumah dinas dan aset lainnya.
"Hal ini pada dasarnya dapat merusak prinsip kesetaraan dalam kontestasi politik," terangnya.
Berikutnya, konteks transparansi dana kampanye juga menjadi isu penting.
Dana kampanye yang digunakan untuk mendukung gagasan dan program selama proses Pemilu harus dipastikan berasal dari sumber yang jelas.
Dana kampanye yang berasal dari sumber yang tidak jelas atau anonim dapat menciptakan keraguan tentang independensi kandidat atau partai politik.
Transparansi dalam sumber dana kampanye adalah kunci untuk memastikan bahwa proses pemilu tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu.
Lebih lanjut, sumber dana kampanye yang didapat perlu dipastikan telah sesuai dengan batasan sumbangan dan pengeluaran dalam UU Pemilu, sehingga pelaksanaan pelaporan dana kampanye memerlukan pengawasan secara aktual.
"Potensi kerawanan lain yang melekat pada tahapan kampanye, tentu tidak bisa lepas dari praktik money politic. Praktik tersebut tidak hanya akan melahirkan ajang transaksional politik, namun juga dapat mereduksi makna vote dan esensi partisipasi dalam Pemilu," urainya.
Dampaknya adalah proses anggagement antara kontestan pemilu dengan masyarakat akan cenderung mengabaikan gagasan, visi, dan program kerja dari para kandidat.
"Kondisi ini tidak hanya merugikan demokrasi dalam scope luas, tetapi juga berdampak pada peluang kandidat berkualitas namun tidak memiliki sumber daya finansial yang besar menjadi mudah tersingkir dalam kontestasi pemilu," beber Bayu.
Berangkat dari pengalaman Pemilu 2014 dan 2019, kerawanan lain yang menjadi atensi banyak pihak adalah isu disintegrasi dengan penyebaran informasi palsu/hoaks yang dapat mempengaruhi persepsi publik terhadap kandidat dan partai politik.
"Beredarnya informasi palsu/hoaks menjadi senjata ampuh yang terus dipelihara dalam ruang digital. Titik sensitif praktik penyebaran informasi palsu/hoaks ini adalah penggunaan isu SARA," tambahnya.
Bayu menegaskan, hal ini jelas dapat mengganggu jalannya pelaksanaan Pemilu, serta dapat memicu konflik sosial yang merusak keharmonisan bangsa.
"Maka dari itu, penting kiranya Masyarakat dapat lebih bijak dan menghormati perbedaan pendapat, agar situasi kondusif dapat terjaga dalam proses penyelenggaraan Pemilu," ucapnya.
Ia menilai keterlibatan banyak pihak untuk mendorong budaya politik yang sehat, dimana artinya diskusi dan perdebatan seharusnya melahirkan kualitas demokrasi yang baik tanpa perlu merusak hubungan antarwarga negara.
"Menghadapi potensi pelanggaran pada tahapan kampanye Pemilu 2024 ini, penting bagi kita merefleksikan semangat demokrasi secara kolektif. Masyarakat, lembaga pemerintah, partai politik, media, dan stakeholder lain, perlu bersama-sama ikut memastikan pemilu berlangsung dengan jujur, adil, transparan, dan damai. Meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi kerawanan akan membangun kesadaran untuk menjaga integritas pemilu.
Demokrasi merupakan kumpulan pengalaman berharga dalam berkehidupan bernegara. Mari bersatu menjadikan Pemilu 2024 ini berintegritas sekaligus membangun demokrasi menjadi lebih baik," pungkasnya. (*/ord)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.