Penutupan TPA Piyungan

Ini Penjelasan Pakar UGM Agar Pemerintah Tak Jadikan Cangkringan Tempat Penampungan Sampah Sementara

Kapanewon Cangkringan disebut sebagai tempat pembuangan sampah sementara, setelah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan ditutup hingga 5 September

|
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Tangkapan Layar Live Streaming Facebook Tribun Jogja
Lahan calon TPS sementara Jogja, Dusun Karanggeneng, Kalurahan Umbulharjo, Kapanewon Cangkringan, Kabupaten Sleman, DIY, Selasa (25/7/2023) 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kapanewon Cangkringan disebut sebagai tempat pembuangan sampah sementara, setelah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan ditutup hingga 5 September 2023.

Hal tersebut diungkapkan langsung oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Sultan menyebut, dua hektare tanah di Cangkringan akan jadi tempat pembuangan sampah sementara.

Menurutnya, yang penting, sampah bisa terkondisikan terlebih dahulu sambil menunggu penataan di TPA Piyungan.

Baca juga: Kekhawatiran Warga Karanggeneng Sleman Soal Lahan di Kampungnya yang Jadi Penampungan Sampah

Meski demikian, Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Mohammad Pramono Hadi, M.Sc meminta, sampah tidak dibuang di Kapanewon Cangkringan.

“Sesungguhnya, sistem sungai di hulu Merapi itu masuk di kategori kelas 1. Artinya air sungai bisa diminum langsung,” kata Pramono ketika dihubungi Tribun Jogja, Selasa (25/7/2023).

Dijelaskan Pramono, apabila ada orang pergi ke Kali Kuning, tempat wisata sebelum Desa Kinahrejo pasti akan melihat hulu sungai dengan debit air lumayan.

Dalam kondisi seperti ini, kata dia, debitnya masih mencapai 200 liter air per detik.

“Nah, di situ, kalau kita haus, kita ambil minum sepuasnya boleh karena airnya tidak ada bakteri Escherichia coli-nya dan lain-lain,” jelasnya.

“Sumber yang sama itu dipakai oleh perusahaan air minum kemasan. Airnya langsung masuk ke galon. Kan sebenarnya sama saja dengan kita minum langsung dari air di Kali Kuning,” tutur dia.

Pramono menuturkan, di daerah hulu, sebagian besar daerah masih belum mendapatkan pencemaran dan itu wajib untuk dilindungi.

Perlindungannya, diharapkan bisa sampai ke bawah dengan cara mencegah pembuangan sampah skala besar dan menjaga instalasi pengolahan air limbah (IPAL) domestik.

“Kalau itu terjadi, sangat indah kan, kualitas lingkungan tetap bisa kelas satu. Apa mau dikasih sampah? Kan kacau ini lho,” tutur dia.

Dosen di Departemen Geografi dan Ilmu Lingkungan, Fakultas Geografi UGM itu meminta pemerintah untuk tidak membuang sampah di Cangkringan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved