Penutupan TPA Piyungan

TPA Piyungan Tutup, Komunitas Pemulung Mardiko TPA Piyungan Kebingungan

Penutupan TPA Piyungan menjadi masalah baru untuk 400 anggota komunitasnya saat mengais rezeki dari produksi sampah masyarakat.

Penulis: Neti Istimewa Rukmana | Editor: Gaya Lufityanti
Tribunjogja.com/Neti Istimewa Rukmana
Kondisi TPA Regional Piyungan, Minggu (23/7/2023). 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Suasana di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Piyungan pada Minggu (23/7/2023) siang, terlihat berbeda dari pada beberapa waktu sebelumnya.

Ketua Komunitas Pemulung Mardiko TPA Piyungan, Maryono, menuturkan, sebelum putusan penutupan TPA Regional Piyungan ditetapkan oleh Pemerintah DI Yogyakarta selama 45 hari atau sejak 23 Juli sampai dengan 5 September 2023, puluhan mobil pengangkut sampah dari Kabupaten Bantul, Sleman, dan Kota Yogya, selalu mengantre untuk membuang sampah di lokasi tersebut. 

Pasalnya, selama ini, TPA Regional Piyungan menjadi tempat penampungan produksi sampah dari Kabupaten Bantul, Sleman dan Kota Yogya dengan total produksi sampah 600-700 ton per hari.

"Kalau kondisi biasanya, mobil-mobil pengangkut sampah itu banyak yang mengantre untuk buang sampah di sini (TPA Regional Piyungan). Hampir setiap hari kondisinya begitu dan antrean mobil yang mau buang sampah itu bisa sampai satu kilometer," katanya kepada wartawan saat dijumpai di TPA Regional Piyungan. 

Baca juga: Cegah Penumpukan Sampah Selama Penutupan TPA Piyungan, DLHK DIY Optimalkan 64 TPS3R

Disampaikannya, biasanya, satu mobil pengangkut sampah dari tiga wilayah tersebut membutuhkan waktu tiga sampai empat jam saat mengantre untuk melakukan pembuangan sampah di TPA Piyungan .

Padahal, satu unit mobil pengangkut sampah bisa membawa dua sampai empat ton sampah. 

"Jadi cukup membutuhkan perjuangan untuk membuang sampah dari masyarakat ke TPA Regional Piyungan," ucap orang yang telah menggeluti usaha memulung di TPA Regional Piyungan selama 28 tahun.

Ia pun sedikit merasa kecewa dengan adanya putusan Pemerintah DIY mengenai penutupan pelayanan sampah di TPA Regional Piyungan selama 45 hari.

Pasalnya, hal itu menjadi masalah baru untuk 400 anggota komunitasnya saat mengais rezeki dari produksi sampah masyarakat.

"Karena selama ini kan sampah-sampah organik dan non organik masih bercampur. Kemudian kami yang memilahnya. Nanti, sampah yang organik kami gunakan untuk makan sapi-sapi di sini (TPA Regional Piyungan) dan sampah non organik di penjual belikan kepada beberapa tempat usaha," jelas Maryono.

Baca juga: Wakil Ketua DPRD DIY Singgung Penambahan Lahan TPST Piyungan yang Dinilai Tidak Efisien

"Jadi, dengan adanya kebijakan itu (penutupan pelayanan TPA Regional Piyungan), kami hanya bisa menggali sisa-sisa sampah yang ada. Tapi, kalau sekiranya itu tidak bisa memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga, maka mau tidak mau kami harus mencari sampah di tempat-tempat lain," imbuh dia.

Kendati demikian, pihaknya tetap mendukung kebijakan Pemerintah DIY untuk menutup pelayanan TPA Regional Piyungan.

Pasalnya, TPA Regional Piyungan yang memiliki luas sekitar 12 hektare tersebut telah dipenuhi oleh timbunan sampah .

"Di sini (TPA Regional Piyungan) itu luasnya ada sekitar 12 hektare. Kemudian yang sudah dipakai untuk tempat penampungan sampah itu kurang lebih 10 hektare dan yang dipakai untuk perkantoran, jalan, pembuangan limbah dan sebagainya ada sekitar dua hektare. Jadi sudah over load keadaan TPA Regional Piyungan itu," ujarnya.

"Iya mudah-mudahan, dengan adanya kebijakan penutupan TPA Regional Piyungan itu, permasalahan sampah di DIY juga bisa teratasi dengan baik,"  tutup Maryono.( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved