Pemilu 2024

Fakta-fakta MK Putuskan Pemilu Terbuka, Satu Hakim Dissenting Opinion, Sarankan Ini

Dengan putusan perkara Nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut, maka pemilu tetap memakai sistem proporsional terbuka. Artinya, masyarakat bisa memilih calon

Penulis: Bunga Kartikasari | Editor: Hari Susmayanti
dok.istimewa
Fakta-fakta MK Putuskan Pemilu Terbuka, Satu Hakim Dissenting Opinion, Sarankan Ini 

Dia melanjutkan, rakyat juga sudah masuk dalam atmosfer pendidikan demokrasi.

“Rakyat sudah belajar ikut menentukan pejabat publik, presiden dan wakilnya, gubernur dan wakilnya, bupati dan walikota beserta wakilnya. Sudah tiga kali pemilu memilih wakilnya di legislatif secara langsung,” tuturnya yang merupakan Sekretaris Program Studi (Prodi) Hukum Tata Negara UIN Suka itu.

3. Sidang dihadiri 8 hakim saja

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan, pembacaan putusan terhadap enam perkara hari dihadiri oleh delapan orang hakim MK. Satu orang hakim MK, Wahiduddin Adams tidak hadir lantaran tengah menjalankan tugas ke luar negeri.

"Hakim Wahiduddin sedang ada tugas MK ke luar negeri, berangkat tadi malam," kata Fajar mengutip Kompas.com, Kamis (15/6/2023).

Fajar menjelaskan, sidang pengucapan putusan tetap bisa dilakukan meski tidak dihadiri lengkap 9 hakim. Namun, di dalam aturan MK, seluruh hakim mesti lengkap saat sidang pleno penentuan putusan.

"Sidang pleno dihadiri oleh 9 hakim, dalam kondisi luar biasa dapat dihadiri 7 hakim," ucap Fajar.

Fajar melanjutkan, sidang pengucapan putusan baru batal dilakukan jika hakim MK yang hadir kurang dari tujuh orang.

Dengan demikian, ketidakhadiran hakim Wahiduddin tidak akan mengganggu jalannya sidang pengucapan putusan pada hari ini.

"Kurang dari 7 hakim, sidang pleno tidak dapat dilaksanakan," terang Fajar.

4. Siapa pemohon uji materi tentang pemilu?

Lewat gugatan ini, enam pemohon, yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.

Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi,

“Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka,” tulisnya kala itu.

Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved