Indonesia Kekurangan 30 Ribu Dokter Spesialis, Perlu Sistem Kesehatan Akademik yang Mumpuni
Selain kekurangan jumlah dokter spesialis, saat ini persebaran nakes pun belum merata karena 59 persen masih berada di Pulau Jawa.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
“Negara harus bisa melihat pentingnya dokter spesialis saat ini bagi masyarakat. Sama halnya dengan produksi tenaga militer, perlu ada penanganan berbeda dibandingkan pendidikan lain karena ini terkait langsung dengan keselamatan masyarakat dan bangsa,” tutur Herkutanto.
Dr. dr. Setyo Widi Nugroho, Sp. BS (K), Ketua Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia (MKKI), mengatakan untuk bisa mendorong produksi tenaga medis bukan perkara mudah karena bagaimanapun terdapat proses panjang untuk menghasilkan tenaga medis yang berkualitas.
Adanya peningkatan produksi, tentu tidak mengesampingkan aspek kredibilitas.
“Kami terinspirasi dari Health Education of England (HEE), bahwa untuk melakukan suatu produksi, kita harus meyakinkan bahwa jumlah tenaga kerja harus tepat jumlahnya, tepat keterampilannya, dan memberikan pelayanan yang baik, serta mampu beradaptasi dengan teknologi,” ungkap Setyo Widi.
Berdasarkan masalah tersebut maka dalam pandangan, Prof. Dr. dr. Ratna Sitompul, SpM(K), representasi Pokjanas Academic Health System (AHS), maka Rancangan Undang-Undang Omnibus Law perlu dipertimbangkan kembali dampaknya terkait penyelesaian problematika yang ada.
Oleh karena itu, dalam policy brief yang dirancang, terdapat AHS yang berperan penting mendorong produksi tenaga kesehatan.
AHS adalah kesatuan kerja sama untuk kampus, fasilitas pelayanan kesehatan, pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam peningkatan layanan kesehatan dan pemenuhan kebutuhan tenaga medis dan tenaga kesehatan.
“Saat ini, hanya 16 dari 34 Fakultas Kedokteran (FK) terakreditasi A atau Unggul yang membuka prodi spesialis. Kemudian, ada 18 FK yang berpotensi membuka prodi spesialis itu,” jelas dia.
Artinya, dengan potensi penambahan tujuh jenis spesialis tiap FK, maka akan ada 126 prodi dokter spesialis baru.
Dengan asumsi lima mahasiswa per prodi dokter spesialis baru, maka akan ada penambahan 670 dokter spesialis per tahun.
Juga, keberadaan dokter spesialis ini bukan hanya tugas Kemenkes, melainkan juga dengan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan juga Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
“Kami berharap, fakultas kedokteran yang terjalin dalam AHS dapat membantu fakultas kedokteran lain yang belum memiliki spesialisasi tertentu karena berbagai keterbatasan. Dengan begitu, kami harap produksi tenaga kerja, khususnya dokter spesialis ini dapat meningkat,” tutur Prof. Ratna. (*)
| Penjelasan Menkes Soal Wacana Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan |
|
|---|
| Kasus Kekerasan Terhadap Dokter RSUD Sekayu Sumsel, Ini Payung Hukum Perlindungan Tenaga Medis |
|
|---|
| Ada Program Layanan Dokter Spesialis Keliling di Klaten |
|
|---|
| Jumlah Dokter Paru di DIY Baru Seperempat dari Kebutuhan Ideal |
|
|---|
| Empat Penyakit Biaya Tinggi Jadi Fokus Kemenkes, Kanker Termasuk Prioritas |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.