Cerita Pemilik Warung Geprek di Sleman Saat Harga Cabai Melonjak di Tengah Pandemi
“Kenaikan harga cabai ini terasa banget pas pandemi. Biasanya enggak kerasa karena banyak mahasiswa, banyak pembeli. Kalau sekarang, sepi,”
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Selama musim hujan, harga cabai mengalami kenaikan hingga Rp 70 ribu - 80 ribu per kilogram.
Kenaikan harga ini membuat pemilik warung geprekan di Sleman menjerit.
Sebab, bahan dasar yang ia gunakan untuk berjualan geprekan adalah cabai.
“Kenaikan harga cabai ini terasa banget pas pandemi. Biasanya enggak kerasa karena banyak mahasiswa, banyak pembeli. Kalau sekarang, sepi,” ujar Rahayu, pemilik warung geprek di Jalan Kaliurang Km 5 Gang Kenari B1, kepada Tribunj Jogja, Jumat (22/1/2021).
Biasanya, Rahayu melayani 50-100 orang dalam sehari.
Sebagian besar pelanggannya adalah mahasiswa yang berdomisili di daerah tersebut.
Baca juga: AC MILAN: Pengakuan Maldini soal Saga Transfer Tomori
Baca juga: BPPTKG: Probabilitas Erupsi Efusif Gunung Merapi Menguat, Potensi Bahaya Mengarah ke Barat Daya
“Mau menaikkan harga makanan, tapi enggak tega juga. Enggak tahu sih ini yang lain pada naik apa nggak," ujarnya.
Selama pandemi, Rahayu hanya melayani setengah dari jumlah konsumen biasanya.
Ia tidak mengambil untung banyak karena disesuaikan dengan target pasar mahasiswa.
Harga 1 porsi makanan geprek, seperti ayam, telur, tahu, tempe, terong, telur, ati ampela maupun lele hanya ia jual sekitar Rp 8.000 - Rp 15.000.
Sementara, untuk minuman air putih atau es teh Rp 1.000 - Rp 2.000.
“Kalaupun naik, paling hanya 500 perak. Enggak berani naikin banyak-banyak,” ucapnya lagi.
Kenaikan cabai ini membuat dirinya harus memutar otak tatkala ada konsumen yang meminta cabai lebih, bahkan hingga lebih dari 10 biji.
Padahal, ia sering berpikir panjang jika membeli cabai yang harganya Rp 70.000 - Rp 80.000 per kilogram.
Pernah suatu hari, dirinya merasa sangat berat hati membeli cabai ketika harganya mencapai Rp 100.000 per kilogram.
“Sekarang itu sebenarnya saya batasin, 8 biji cabai saja, tapi ada yang minta 20 biji begitu, ya saya ladenin. Saya enggak minta harga tambahan,” jelasnya.
Tak hanya cabai, beberapa bahan yang juga naik adalah terong.
Baca juga: Terkait Perpanjangan PSTKM, Pemkot Yogyakarta Akan Mengikuti Keputusan Pemda DIY dan Pusat
Baca juga: DPRD DIY Dorong Pemberian Relaksasi untuk Pelaku Usaha, Pariwisata, Hotel, dan Restoran
Terong adalah salah satu lauk yang cukup laris di warungnya.
Pembeli biasanya meminta terong krispi sekalian digeprek bersama lauk lain, seperti tahu, tempe, dan ayam.
“1 kilogram terong itu Rp 10.000, isinya ya paling cuma 4-5, padahal biasanya Rp 4.000 saja. Pusing saya,” ucap Rahayu.
Harapannya tidak jauh berbeda dari orang lain. Pandemi yang segera selesai bisa membuat mahasiswa kembali ke Yogyakarta dan warungnya ramai seperti biasa.
“Pandeminya cepat selesai, mahasiswa bisa kuliah tatap muka lagi. Jadi kami yang di daerah indekos ini juga bisa dapat pemasukan lagi,” tandasnya. (ard)