Syarat Relokasi Bisa Berhasil di Mata Warga Merapi, Perlu Fasilitas Penghidupan dan Komunikasi

Sebanyak 3.612 kepala keluarga (KK) dari 9 dusun yang semula tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi harus berpindah

Penulis: Maruti Asmaul Husna | Editor: Kurniatul Hidayah
TRIBUNJOGJA.COM / Suluh Pamungkas
ilustrasi 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Maruti Asmaul Husna

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA – Gunung Merapi merupakan gunung paling aktif di Indonesia, bahkan dunia.

Pasca erupsi Gunung Merapi 2010 diadakan relokasi warga besar-besaran.

Sebanyak 3.612 kepala keluarga (KK) dari 9 dusun yang semula tinggal di kawasan rawan bencana (KRB) III Gunung Merapi harus berpindah ke lingkungan tempat tinggal yang lebih aman secara permanen.

Relokasi sempat menjadi pilihan yang penuh perdebatan, banyak pula pengorbanan yang harus dilakukan warga.

Berikut ini beberapa syarat relokasi agar bisa berhasil di mata warga Merapi yang telah menjalani relokasi.

Baca juga: Update Hujan Deras DI Yogyakarta: 8 Rumah di Bantul Rusak Ringan 

Baca juga: Pengelola dan Pengunjung Obwis Harus Perhatikan Prokes di Masa Libur Panjang

Remon, semula menjadi salah satu warga Merapi yang menolak relokasi.

Menurutnya, perbedaan tinggal di hunian tetap (huntap) baru tidak terlalu signifikan karena hanya berjarak 9 km dari puncak Gunung Merapi dan berdekatan dengan Kali Opak yang berhulu di Merapi.

Selain itu, ketika itu ada isu bahwa tanah yang dulu mereka tempati akan dijadikan hutan lindung.

“Setelah mediasi yang kami lakukan ternyata dijadikan hutan rakyat, sehingga tanah itu masih menjadi hak milik warga. Akhirnya ya mau tak mau kami memilih huntap,” tuturnya.

Syarat pertama relokasi warga dapat berhasil, kata Remon, yakni memfasilitasi kembali penghidupan warga yang dulu di lingkungan huntap baru.

Kedua, diperlukan mediasi terus-menerus antara warga dan pemerintah.

“Jangan sekian bulan direlokasi tidak ada pemerintah yang ngaruhke kembali. Terutama bagi lansia, kalau dulu orang-orang sepuh itu punya banyak pekerjaan yang bisa dilakukan di rumah, sekarang tidak,” ungkapnya.

Warga Merapi lainnya yang kini tinggal di huntap Dongkelsari, Anwar Sidqi berpendapat yang terpenting adalah adanya komunikasi yang baik antara pemerintah dan warga.

Baca juga: Menaker RI Tak Permasalahkan Daerah Yang Tidak Menerapkan Amanat SE Penetapan Upah 2021

Baca juga: BREAKING NEWS: Terdengar Dua Kali Suara Guguran Gunung Merapi, Potensi Luncuran Awan Panas

“Yang penting komunikasi terbangun antara pemerintah dan warga. Kami semampu kami harus bisa berusaha. Dengan segala perubahan kehidupan dan sosial. Kalau tidak tinggal di huntap kami tidak punya tempat tinggal,” ucapnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved