Keracunan MBG Pelajar di DIY, Ombudsman: Program Nyaris Tanpa Pengawasan, Pelanggaran Nir Sanksi

Siapa yang memastikan SOP itu berjalan dengan benar? Pengawasan di lapangan nyaris tidak ada. Padahal, SPPG bermitra dengan pihak ketiga

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
CATATAN KRITIS: Foto dok ilustrasi MBG. ORI DIY memberikan catatan kritis untuk program makan bergizi gratis (MBG) setelah maraknya kasus keracunan MBG yang dialami pelajar di DIY dan seluruh Indonesia belakangan ini. 

Selain itu, praktik di lapangan dinilai tidak seragam.

“Ada sekolah yang melakukan pengecekan sensorik terhadap makanan — misalnya dicicipi guru sebelum dibagikan — untuk memastikan aman dikonsumsi. Tapi ada juga sekolah yang tidak melakukan pengecekan ini,” kata Muflihul.

Mekanisme penolakan makanan juga menjadi masalah tersendiri.

“Setelah kasus keracunan, beberapa sekolah memilih menolak distribusi makanan sementara. Namun, informasi ini tidak selalu sesuai dengan keterangan pihak penyedia. Ada sekolah yang menolak hingga ada kepastian hasil uji laboratorium, karena mereka merasa bertanggung jawab terhadap keselamatan siswa,” ujarnya.

Pelanggaran tanpa sanksi

Kontrak kerjasama dengan penyedia makanan juga disebut tidak memiliki sanksi tegas terkait pelanggaran higienitas.

“Kalau ada temuan pelanggaran higienitas, tidak ada mekanisme sanksi seperti penghentian kerja sama. Hal-hal seperti ini harus dievaluasi,” kata Muflihul.

Muflihul menambahkan, meski ada informasi bahwa korban menerima kompensasi Rp500 ribu, Ombudsman belum bisa memverifikasi kebenaran data tersebut.

Terbuka kritik

“Program MBG ini sangat baik untuk meningkatkan gizi anak, tetapi karena ini program baru, pengawasan harus ketat. Evaluasi diperlukan agar kejadian keracunan tidak berulang. Pemerintah juga seharusnya terbuka terhadap kritik dan menjadikan kritik itu sebagai bahan perbaikan, bukan untuk membatalkan program, melainkan untuk memperkuat implementasinya,” ujarnya.

ORI DIY mendorong adanya diskusi terbuka melibatkan semua pihak, mulai dari dinas pendidikan, dinas kesehatan, penyedia jasa, hingga sekolah.

“Ombudsman posisinya bukan untuk mencari siapa yang salah, tetapi untuk memastikan perbaikan sistem agar kejadian seperti ini tidak berulang,” kata Muflihul.

Meski belum ada laporan pengaduan resmi dari masyarakat, sejumlah kelompok masyarakat sipil disebut aktif mendorong ORI DIY untuk memantau jalannya program.

“Laporan resmi berbasis pengaduan individu belum ada. Tapi memang ada beberapa kelompok masyarakat sipil yang mendorong kami untuk turun memantau,” ujar Muflihul.

Terkait dugaan penyebab keracunan, ORI DIY masih menunggu hasil investigasi resmi.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved