Sarasehan Nasional Obligasi Daerah, Sri Sultan HB X: Saatnya Daerah Berani Mandiri Secara Fiskal

Sri Sultan HB X menguraikan bahwa daerah berada dalam posisi yang semakin menantang.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Sarasehan Nasional Obligasi Daerah di Ballroom Sahid Raya Yogyakarta, Senin (24/11/2025), forum yang membahas kesiapan regulasi dan peluang pemanfaatan obligasi sebagai sumber pembiayaan pembangunan daerah. 

Keempat, obligasi memperkuat kapasitas fiskal jangka panjang, terutama untuk proyek-proyek yang menghasilkan pendapatan seperti layanan air minum, sistem persampahan modern, fasilitas kesehatan, pariwisata, dan energi hijau.

“Obligasi bukan hanya soal dana. Ia adalah mekanisme untuk memperbaiki tata kelola, memperluas partisipasi, dan memperkuat fondasi ekonomi daerah,” tegasnya.

Meski demikian, sri Sultan HB X tidak menutup mata terhadap berbagai kendala yang membuat obligasi daerah belum pernah diterbitkan oleh pemerintah daerah mana pun sampai saat ini.

Ia menyebut keterlibatan banyak pihak—lembaga pemeringkat, underwriter, notaris, konsultan hukum, auditor publik, penasihat keuangan, dan Bursa Efek Indonesia—membutuhkan waktu, kapasitas, dan biaya yang material.

Selain itu, daya serap pasar, besaran imbal hasil, serta credit rating menjadi penentu utama keberhasilan.

“Kesuksesan obligasi sangat bergantung pada kualitas perencanaan. Kita tidak boleh sekadar berani menerbitkan tanpa memastikan proyek bankable dan tata kelola terjaga,” ujarnya.

Alternatif pembiayaan lain seperti pinjaman daerah dan skema KPBU yang prosesnya lebih cepat juga sering menjadi pilihan, sehingga daerah cenderung menghindari penerbitan obligasi.

Walau tantangannya besar, Sultan menilai inilah momentum tepat. Pemerintah pusat telah menyediakan asistensi teknis dan pendampingan, sementara industri keuangan nasional menunjukkan kesiapan mendukung daerah.

“Jika regulasi sudah lengkap, kapasitas bisa diperkuat, dan pasar siap menerima, maka yang diperlukan tinggal keberanian politik dan kesiapan manajerial di tingkat daerah,” kata Sultan.

Sementara itu, akademisi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Prof. Dr. Imamudin Yuliadi, yang menekankan pentingnya tata kelola dan transparansi.

Adapun Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon, Inarno Djajadi, memaparkan kesiapan regulasi dan perkembangan pasar modal yang dinilai mampu menopang penerbitan obligasi daerah.

Mengakhiri paparannya, Sri Sultan menyampaikan bahwa obligasi daerah adalah penanda kedewasaan fiskal suatu daerah.

“Ini bukan hanya instrumen keuangan, tetapi bukti bahwa daerah mampu mengelola pembiayaan modern dengan profesional, transparan, dan berorientasi masa depan,” katanya.

Sultan turut mengajak seluruh kepala daerah menjadikan regulasi terbaru—UU 1/2022, PP 1/2024, dan PMK 87/2024—sebagai landasan untuk menciptakan pembangunan daerah yang progresif dan berdaya saing.

Baca juga: Warga di Sekitar Jembatan Kewek Yogyakarta Dukung Rencana Rehabilitasi

Penerbitan Obligasi

Dalam kesempatan yang sama, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI, Melchias Markus Mekeng, mendorong pemerintah daerah mulai menyiapkan penerbitan obligasi daerah sebagai sumber pembiayaan pembangunan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved