Wayang Cinema: Revolusi Sinematik Menghidupkan Tradisi Bagi Generasi Muda
Tujuannya satu agar wayang mampu bersaing dengan hiburan digital seperti televisi dan internet yang kini mendominasi keseharian kita.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Joko Widiyarso
Ringkasan Berita:
- Wayang Cinema sebuah revolusi penyajian wayang tanpa mengubah esensi tradisi untuk memikat generasi muda di era digital.
- Dikemas dengan gaya "Pop", wayang menjadi media edukasi efektif tanpa menggurui yang relevan dengan kehidupan masa kini demi melestarikan tradisi.
- Kekuatan visual sinematografinya menjadi bahasa universal yang mampu merefleksikan realitas dan emosi penonton global.
TRIBUNJOGJA.COM --Bayangkan sebuah ruang bioskop yang gelap dan hening. Anda duduk nyaman, menunggu layar putih raksasa di depan Anda menyala. Namun, yang muncul bukanlah aktor-aktris atau animasi komputer, melainkan bayangan artistik yang hidup, bergerak dinamis dengan tata suara yang menggelegar.
Inilah Wayang Cinema, sebuah revolusi budaya yang mengubah cara kita menikmati seni bayang-bayang, dari ritual panjang yang melelahkan menjadi tontonan sinematik yang memikat.
Selama puluhan tahun, menikmati wayang kulit identik dengan kesabaran tingkat tinggi. Penonton harus rela duduk berjam-jam dari malam hingga matahari terbit. Bagi generasi muda yang hidup serba cepat, tradisi ini sering kali terasa berat.
Menyadari jurang pemisah ini, Ki Aneng Kiswantoro, M.Sn bersama tim kreatifnya di Yogyakarta melahirkan konsep Wayang Cinema pada tahun 2014.
Mereka tidak mengubah esensi wayang, tetapi mengubah "wajah" penyajiannya.
Pertunjukan diringkas menjadi padat layaknya durasi film pendek, sehingga penonton bisa fokus menikmati alur cerita tanpa harus bertarung melawan rasa kantuk.
Wayang Cinema meniru sajian bioskop di mana penonton berada di ruang gelap, fokus hanya pada kelir (layar), dan didukung oleh sound system modern yang dirancang khusus untuk membangun suasana emosional.
Tujuannya satu agar wayang mampu bersaing dengan hiburan digital seperti televisi dan internet yang kini mendominasi keseharian kita.
"Kita mencoba mendekatkan wayang ke generasi sekarang,” sebut Riky (28) selaku sutradara dari Wayang Cinema, Kamis, (20/11/2025).
Di balik layar megah ini, ada kerja keras tim yang solid.
Wayang Cinema bukan one-man show. Selain Ki Aneng sebagai penggagas, ada sosok-sosok muda berbakat yang mengabdikan diri untuk pelestarian tradisi wayang.
Fani Rickyansyah (Riky) atau yang kerap disapa “Bumi Gede” sebagai nama panggung meyakini bahwa wayang akan punah jika tidak ada regenerasi penonton dari kalangan anak muda.
Oleh karena itu, wayang harus dikemas dengan gaya yang "Pop" dan relevan dengan selera masa kini.
Wayang harus "masuk" ke dunia anak muda, bukan memaksa anak muda masuk ke dunia masa lalu.
Riky juga melihat wayang tidak sekadar hiburan, tetapi sebagai alat edukasi yang kuat.
| Perjalanan Riky ‘Bumi Gede’ Dalang Muda Yogyakarta Menjaga Tradisi Wayang |
|
|---|
| Bank Sampah Pa-Q-One Hadirkan Inovasi Wayang Upcycle Dari Botol Bekas |
|
|---|
| Kisah Guru SMA di Klaten Manfaatkan Limbah Plastik untuk Bikin Wayang Kresek Bernilai Ekonomi |
|
|---|
| Tokoh Pewayangan yang Bakal Diusung pada Wayang Jogja Night Carnival 2022 Malam Ini, Catat Waktunya |
|
|---|
| 60 Atlet Ramaikan Girisembung Paralayang Wisata di Kulon Progo dengan Gunakan Kostum Pewayangan |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Wayang-Cinema.jpg)