Kerentanan Meningkat, Pekerja Perempuan DIY Desak Perlindungan Lebih Kuat
Para peserta menegaskan perlunya langkah konkret untuk memperluas perlindungan dan meningkatkan posisi perempuan dalam gerakan buruh.
Penulis: R.Hanif Suryo Nugroho | Editor: Muhammad Fatoni
Ringkasan Berita:
- Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY menyelenggarakan Kongres Pekerja Perempuan DIY 2025 di Yogyakarta
- Kongres dihadiri berbagai organisasi pekerja dan komunitas pendamping, seperti KSPSI DIY, SPN DIY, Sindikasi DIY, SPRT DIY, Beranda Migran, Rifka Annisa, RTND, FPPI Yogyakarta, FOYB, Kalijawi, hingga perwakilan Partai Buruh DIY.
- Forum ini menjadi arena konsolidasi lintas-sektor untuk merumuskan agenda perjuangan bersama menghadapi dinamika ketenagakerjaan yang semakin kompleks.
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Meningkatnya kerentanan pekerja perempuan di sektor formal maupun informal menjadi sorotan utama Kongres Pekerja Perempuan DIY 2025 yang diselenggarakan Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) DIY di Yogyakarta.
Para peserta menegaskan perlunya langkah konkret untuk memperluas perlindungan dan meningkatkan posisi perempuan dalam gerakan buruh.
Kongres yang berlangsung pada 23 November 2025 di Gedung Pertemuan AJB Bumiputera 1912, Yogyakarta, menghadirkan berbagai organisasi pekerja dan komunitas pendamping, seperti KSPSI DIY, SPN DIY, Sindikasi DIY, SPRT DIY, Beranda Migran, Rifka Annisa, RTND, FPPI Yogyakarta, FOYB, Kalijawi, hingga perwakilan Partai Buruh DIY.
Forum ini menjadi arena konsolidasi lintas-sektor untuk merumuskan agenda perjuangan bersama menghadapi dinamika ketenagakerjaan yang semakin kompleks.
Koordinator MPBI DIY, Irsad Ade Irawan, menegaskan meningkatnya risiko eksploitasi yang dialami pekerja perempuan di berbagai sektor, terutama di sektor informal dan kerja-kerja berbasis kontrak.
“Banyak perempuan bekerja tanpa perlindungan memadai. Dari pekerja hotel sampai pekerja kreatif, dari ojol hingga caregiver, pola kerentanan mereka serupa—kerja tidak pasti, jam panjang, dan minim jaminan sosial,” ujar Irsad.
Selama forum berlangsung, peserta memetakan persoalan yang kian menekan pekerja perempuan, termasuk maraknya kontrak jangka pendek, ketidakjelasan status kerja, diskriminasi berbasis gender, serta ketiadaan ruang aman di tempat kerja.
Mereka juga menyoroti minimnya perhatian kebijakan terhadap pekerja kreatif, gig workers, dan pekerja informal lain yang selama ini berada di luar jangkauan regulasi ketenagakerjaan.
Salah satu hasil penting kongres adalah kesepakatan membentuk jaringan solidaritas lintas-serikat dan lintas-komunitas.
Jaringan ini diharapkan memperkuat pertukaran informasi, pendampingan kasus, serta koordinasi aksi bersama.
“Solidaritas tidak bisa berhenti pada satu sektor saja. Pekerja perempuan menghadapi pola kerentanan yang saling terkait, sehingga gerakannya juga harus terhubung,” kata Irsad.
Baca juga: Pekerja Trans Jogja Keluhkan Ketimpangan Gaji hingga Denda yang Mencekik
Di bidang kebijakan, para peserta mendesak pemerintah daerah DIY untuk memperkuat regulasi perlindungan pekerja perempuan.
Mereka mengusulkan pembatasan praktik kontrak eksploitatif, perluasan perlindungan maternitas dan hak reproduksi, serta pemberlakuan standar upah layak bagi pekerja informal, termasuk pekerja kreatif dan pekerja platform.
Selain itu, kongres menilai pentingnya kebijakan jaminan sosial yang dapat menjangkau pekerja dengan pola kerja fleksibel.
| Pekerja Trans Jogja Keluhkan Ketimpangan Gaji hingga Denda yang Mencekik |
|
|---|
| KSPSI DIY Dampingi Ratusan Karyawan PT SAK, Tuntut Pemkab Kulon Progo Penuhi Hak Gaji Karyawan |
|
|---|
| UMK Kota Yogyakarta 5 Tahun Terakhir Cuma Naik Rp585 Ribu, Bagaimana di 2026? |
|
|---|
| MPBI DIY Perkuat Solidaritas Pekerja lewat LENTERA Buruh dan Tuntutan UMK 2026 |
|
|---|
| Pekerja Migran Asal Sleman Meningkat: Jepang, Korea, Malaysia Tujuan Favorit |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Kongres-Pekerja-Perempuan-DIY-2025.jpg)