Pekerja Trans Jogja Keluhkan Ketimpangan Gaji hingga Denda yang Mencekik

Pekerja Trans Jogja meminta DPRD DIY memberi perhatian serius dan mendorong penyelesaian terukur demi kenyamanan kerja para pramudi dan pramugara.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Muhammad Fatoni
Tribunjogja
Armada bus Trans Jogja 

Ringkasan Berita:
  • Para pekerja Trans Jogja mengeluhkan ketimpangan gaji hingga denda yang dinilai mencekik
  • Mereka menyampaikan aspirasi pada DPRD DIY dan meminta dewan memberikan perhatian serius 
  • Ketua DPRD DIY, Nuryadi, menegaskan bahwa audiensi digelar untuk mempertemukan semua pihak dan menyamakan pemahaman. 

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Para sopir bus anggota Serikat Pekerja PT Jogja Tugu Trans (JTT) mengeluhkan ketimpangan gaji pramudi–pramugara, dan tingginya denda pelanggaran, serta bonus pencapaian penumpang yang tak kunjung cair.

Keluhan itu disampaikan mereka saat beraudiensi dengan anggota DPRD DIY bersama Dinas Perhubungan (Dishub) DIY dan PT Anindya Mitra Internasional (AM) di kantor DPRD DIY, Jumat (21/11/2025) lalu.

Para pekerja Trans Jogja dalam aspirasinya menegaskan bahwa berbagai keluhan ini sudah lama dirasakan, namun belum mendapatkan penyelesaian memadai. 

Mereka meminta DPRD DIY memberi perhatian serius dan mendorong penyelesaian terukur demi kenyamanan kerja para pramudi dan pramugara.

Pekerja menilai persoalan krusial terletak pada perubahan dasar penggajian—dari SK Gubernur menjadi SK Dirjen yang mulai berlaku pada 2024. 

Pergantian regulasi ini dinilai membuat gaji pokok pramudi justru turun, sementara kenaikan terbesar justru terjadi pada pramugara.

Serikat pekerja menilai ketimpangan ini tidak sebanding dengan tanggung jawab pramudi yang lebih besar terhadap armada dan keselamatan penumpang.

“Kalau gaji itu, selisihnya sekarang cuma sekitar Rp 390 ribu. Itu kalau dihitung per hari cuma Rp 13.000 sampai Rp 14.000,” ungkap Sekjen Serikat PT JTT, Agus Triono.

Setelah pernyataan tersebut, Agus menambahkan bahwa pada masa penggunaan SK Gubernur, selisih gaji per hari pernah mencapai Rp 30 ribu sehingga dianggap lebih adil.

Selain itu, THR 2024 juga menurun cukup tajam, dan dana operasional yang belum terserap disebut mencapai Rp 6,8 miliar.

Selain soal gaji, pekerja juga mempersoalkan penerapan denda SPN yang dinilai memberatkan. 

Nominal denda disebut tidak proporsional dengan jenis pelanggaran, bahkan ada sopir yang terkena denda hingga 11 kali.

Agus menjelaskan bagaimana denda ini dibebankan langsung kepada pramudi tanpa mempertimbangkan besaran gaji.

“Kalau denda itu ditanggung sendiri pramudinya. Misalnya kita lari 61 km/jam selama 14 detik saja, itu sudah kena denda Rp 500.000 per satu kali pelanggaran,” ujarnya.

Baca juga: Sekda DIY Resmikan Integrasi Kartu Identitas Siswa dengan Trans Jogja saat Harhubnas 2025

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved