Belanja 40 Persen untuk UMKM, Biro PBJ DIY Dorong Optimalisasi e-Katalog

Gesit memaparkan bahwa proses masuk e-katalog diawali dengan pembuatan akun melalui email dan nomor telepon yang masih aktif.

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
DAFTAR E-KATALOG: Gesit Wijaya Sadewa dan Nur Subiantoro menjelaskan proses pendaftaran e-katalog bagi UMKM dalam Podcast Insight Biro PBJ DIY. 

Ringkasan Berita:
  • Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda Setda DIY Gesit Wijaya Sadewa menjelaskan cara pendaftaran e-katalog bagi UMKM. 
  • UMKM memang didorong dapat memanfaatkan peluang masuk ke e-katalog pemerintah seiring kewajiban minimal 40 persen belanja publik dialokasikan untuk usaha kecil.
  • Berikut penjelasan soal pendaftaran e-katalog dengan langkah verifikasi yang relatif sederhana

 

TRIBUNJOGJA.COM - Pelaku UMKM didorong memanfaatkan peluang masuk ke e-katalog pemerintah seiring kewajiban minimal 40 persen belanja publik dialokasikan untuk usaha kecil. 

Dalam diskusi podcast Biro Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) DIY, Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda Setda DIY Gesit Wijaya Sadewa menerangkan bahwa pendaftaran e-katalog kini dapat dilakukan dengan langkah verifikasi yang relatif sederhana.

Ia menegaskan bahwa kerumitan yang selama ini dibayangkan pelaku usaha lebih banyak muncul karena ketidaktahuan prosedur dasar, bukan karena sistemnya sulit.

Proses masuk e-katalog

Gesit memaparkan bahwa proses masuk e-katalog diawali dengan pembuatan akun melalui email dan nomor telepon yang masih aktif. Akun tersebut berfungsi sebagai identitas digital penyedia dan menjadi pintu masuk ke seluruh proses pengajuan produk. 

Setelah akun dibuat, pelaku usaha harus menjalani dua mekanisme verifikasi: verifikasi KTP dan verifikasi wajah. Menurut dia, dua hal inilah yang paling sering menjadi penyebab kegagalan pendaftar UMKM, bukan karena kendala teknis yang besar, tetapi karena ketidakcermatan mengikuti aturan. Ia menjelaskan, “Verifikasi wajah itu sederhana, namun sering gagal karena pelaku usaha memakai kacamata, memakai filter, memakai penutup kepala, atau mengambil gambar di tempat yang terlalu gelap. Sistem kami sebenarnya sudah dibuat untuk memudahkan. Jika wajah sudah sesuai ketentuan dan KTP terbaca jelas, proses lanjutan biasanya tidak lagi bermasalah.”

Setelah melalui verifikasi identitas, penyedia dapat mulai mengunggah produk. Pengunggahan tidak bisa dilakukan sembarangan; setiap foto produk harus sesuai dengan kategori etalase, jelas menampilkan barang, tidak buram, dan tidak memakai visual palsu atau manipulasi. 

Gesit menjelaskan bahwa setiap unggahan akan melalui proses kurasi oleh penyelenggara aplikasi sebelum ditampilkan di etalase e-katalog. Tujuan kurasi adalah menghindari perbedaan antara foto dan barang sebenarnya. Ia menyatakan, “Produk tidak langsung tayang karena harus dipastikan sesuai. 

Ada banyak kasus foto yang terlalu gelap, ambil dari internet, atau tidak relevan dengan kategori. Kurasi melindungi instansi pemerintah sebagai pembeli dan UMKM sebagai penyedia agar transaksi tidak menimbulkan kesalahpahaman.”

Gesit menggambarkan e-katalog sebagai platform belanja pemerintah yang menyerupai toko daring komersial, namun dengan mekanisme dan akuntabilitas yang sangat ketat. 

Semua instansi pemerintah, baik yang menggunakan APBN maupun APBD, diwajibkan melakukan pembelian melalui e-katalog. Dengan demikian, masuknya UMKM ke platform ini secara otomatis memperluas pasar mereka melampaui lingkungan lokal. 

“Pelanggan Anda bukan hanya warga desa atau pelanggan lama di sekitar rumah. Ketika masuk e-katalog, yang membeli adalah instansi pemerintah dari berbagai daerah. Ada UMKM yang awalnya hanya menjual makanan di kampungnya, tetapi setelah masuk e-katalog pesanan datang dari banyak instansi di provinsi lain,” ujar Gesit.

Ia juga menggambarkan peningkatan signifikan yang dialami UMKM tertentu. Salah satu contoh yang ia sebutkan adalah produk makanan ringan yang mencapai lebih dari 28.000 transaksi melalui e-katalog. Angka tersebut menunjukkan bahwa permintaan dari sektor pemerintah terhadap UMKM sangat besar apabila pelaku usaha mampu memenuhi persyaratan administratif dan kualitas produk.

Kehadiran Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2025 turut memperkuat peluang tersebut. Regulasi itu menetapkan bahwa setidaknya 40 persen dari total belanja publik harus dialokasikan kepada UMKM. 

Langkah strategis pemerintah

Dengan ketentuan ini, PBJ di seluruh Indonesia, termasuk DIY, berkewajiban memastikan pelaku usaha kecil mendapatkan akses yang cukup untuk memasuki sistem. Gesit menyebut kebijakan ini sebagai langkah strategis pemerintah untuk meningkatkan peran UMKM dalam rantai pengadaan nasional sekaligus mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi lokal.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved