Berita Jogja Hari Ini

Mengapa Jembatan Pandansimo Berubah Nama Jadi Jembatan Kabanaran? Ini Sejarahnya

Jembatan Pandansimo berubah nama menjadi Jembatan Kabanaran, diresmikan Presiden Prabowo pada hari ini, Rabu (19/11/2025).

TRIBUN JOGJA/Alexander Ermando
JEMBATAN KABANARAN: Ornamen berbentuk Gunungan di bagian tengah Jembatan Pandansimo diabadikan saat hari pertama Uji Coba Lalu Lintas Terbuka, Senin (29/09/2025). 

Untuk memadamkan pemberontakan Sambernyawa, Raja Mataram saat itu, Susuhunan Paku Buwono II, mengadakan sayembara yang disambut dan dimenangkan oleh Pangeran Mangkubumi.

Pangeran Mangkubumi kemudian bermaksud untuk mengendalikan pesisir utara Jawa sebagai langkah strategis mengurangi pengaruh Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) di bumi Mataram.

Namun, akibat penghianatan dan kecurangan yang dilakukan oleh Patih Pringgoloyo yang didukung VOC, langkah Pangeran Mangkubumi menemui jalan buntu.

Atas dasar peristiwa tersebut, Pangeran Mangkubumi memutuskan untuk keluar dari lingkup istana dan memulai serangan terbuka terhadap VOC. 

Keputusan tersebut menuai dukungan dari Pangeran Sambernyawa. 

Bersama Sambernyawa, Pangeran Mangkubumi berhasil membebaskan beberapa daerah dari cengkeraman VOC.

Pada 1746, Pangeran Mangkubumi mengangkat senjata melawan VOC. 

Saat itu, ia memiliki pengikut sebanyak 3.000 orang prajurit. 

Pasukan Mangkubumi melakukan serangkaian gerakan militer di wilayah pesisir selatan dan daerah pedalaman yang kini masuk wilayah Kabupaten Bantul dan Kulon Progo

Jalur di sekitar Kalurahan Kabanaran, Kulon Progo, memiliki posisi geografis strategis, menghubungkan pesisir selatan dengan pusat-pusat kekuatan di pedalaman, sehingga menjadi ruang mobilisasi, tempat berkumpul pasukan, serta jalur pengungsian dan penyusunan strategi.

Pada 1747, jumlah pengikut Pangeran Mangkubumi meningkat pesat menjadi 13.000 prajurit, di mana 2.500 orang di antaranya adalah prajurit berkuda. 

Kesetiaan dan kesediaan para pengikut untuk mengabdi kepada Pangeran Mangkubumi lambat laun meluas hingga ke masyarakat umum.

Pada akhir 1749, kondisi kesehatan Paku Buwono II semakin menurun. 

Belanda memanfaatkan kondisi tersebut, sehingga muncul traktat yang berisi penyerahan Kerajaan Mataram seluruhnya kepada VOC pada 16 Desember 1749.

Hanya berselang hari, Paku Buwono II wafat dan kemudian digantikan oleh putranya, yakni Paku Buwono III. 

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved