Taman Kesenian Tamansiswa Yogyakarta: Sanggar Tradisi untuk Anak dan Remaja
Berpegang pada nilai dan ajaran budi pekerti Ki Hadjar Dewantara, Taman Kesenian Tamansiswa menjadi ruang aman bagi anak-anak untuk bertumbuh.
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Iwan Al Khasni
Ringkasan Berita:Taman Kesenian Tamansiswa Yogyakarta, dikenal sebagai Klub Sariswara, melestarikan budaya Jawa melalui kelas karawitan, tari, dan vokal untuk anak-anak dan remaja. Temukan suasana latihan rutin di Pendopo Agung Tamansiswa.
Tribunjogja.com -- Menjelang senja, suasana di Pendopo Agung Tamansiswa Yogyakarta terasa begitu hidup. Setiap kendaraan yang melintas akan disambut lantunan tembang dolanan anak, diiringi tabuhan gamelan yang merdu.
Di tempat inilah Taman Kesenian Tamansiswa, atau yang akrab disebut Klub Sariswara, menggelar latihan rutin kesenian. Sanggar ini memiliki misi utama: melestarikan budaya dan kesenian tradisional Jawa.
Awalnya, Taman Kesenian berdiri sebagai pendidikan nonformal bagi murid-murid Tamansiswa. Namun, seiring waktu, sanggar ini berkembang menjadi ruang terbuka bagi seluruh anak-anak di Yogyakarta untuk belajar seni.
Berbagai cabang kelas kesenian tersedia, mulai dari Karawitan, Olah vokal, Tari dolanan anak,Teater operet dan Langen carita.
Belum lama ini, sanggar semakin berkembang dengan membuka kelas karawitan untuk umum.
Fokus utamanya tetap pada anak-anak dan remaja, dengan jadwal latihan setiap Senin dan Kamis.
Menurut Hapsari, pamong pelatih vokal, latihan untuk angkatan baru biasanya dimulai dengan tembang dolanan sederhana seperti Jamuran, Sepuran, dan Cublak Suweng.
Anak-anak juga diajak berani menembang sendiri tembang Jawa yang mereka kuasai.
“Anak-anak juga saya minta untuk nembang sendiri-sendiri tembang Jawa yang mereka bisa,” ucap Hapsari, pamong pelatih vokal Taman Kesenian Tamansiswa, saat ditemui di Pendopo Agung Tamansiswa, Jalan Tamansiswa, Kamis (13/11/2025).
Di Taman Kesenian, setiap kali pamong hendak memutuskan sesuatu seperti pemilihan koreo, anak-anak akan selalu dilibatkan dan turut diajak berdiskusi.
Setiap langkah dan keputusan yang dibuat bersama anak-anak adalah bagian dari proses belajar menuju jiwa merdeka, sebagaimana diajarkan oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hadjar Dewantara.
Hapsari menyampaikan, yang membedakan Taman Kesenian dengan sanggar seni lain tidak lain dari usaha mereka mengajarkan kesenian sambil menerapkan nilai-nilai Tamansiswa dan metode pendidikan Sariswara khas Ki Hadjar Dewantara.
Seperti adanya penanaman pendidikan jiwa merdeka di mana anak diberikan kebebasan namun tetap memberikan pemahaman akan konsekuensi dari pilihan mereka. Dengan begitu anak bisa lebih bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan orang-orang di sekitarnya.
Baca juga: Lestarikan Permainan Tradisional, Murid PAUD di Sleman Diajak Bermain Dolanan Anak
“Tidak hanya pamong yang aktif menyuruh dan memberi contoh lalu anak-anak mengikuti, tapi pamong itu juga harus interaktif. (Kami) memberi kesempatan kepada anak-anak murid untuk berkreasi dan berkembang, nanti baru kita ikut mengarahkan,” tukasnya.
Kesenian Melandasi Pendidikan
Pementasan yang belum lama diikuti oleh anak-anak Taman Kesenian adalah pementasan langen carita bertajuk “Bumi Lestari” karya Ki Oengki Soekirno, yang dipentaskan dalam rangkaian Jayadipuran Culture and Art 2025 pada akhir Oktober 2025.
Yuli Miroto, putri Ki Oengki Soekirno, juga merupakan pamong pelatih sekaligus Ketua Taman Kesenian Tamansiswa yang turut serta melatih anak-anak bersama Hapsari.
Keduanya mengatakan ada kebahagiaan tersendiri melihat anak-anak berproses bersama sepanjang latihan hingga hari pementasan.
“Waktu pemilihan peran kemarin anak-anak juga kami libatkan, mau main jadi siapa sajanya. Karena ini bukan lomba dan juga tidak dibatasi pesertanya, jadi kita ajak semuanya supaya mereka bisa ikut merasakan pentas,” cetus Yuli, Kamis (13/11/2025).
Selama melatih anak-anak menuju pementasan, baik Yuli dan Hapsari mengaku tetap adanya kesulitan dalam mengoordinasi anak-anak dalam jumlah banyak.
Namun hal itu justru membuat mereka termotivasi untuk mengajarkan tanggung jawab dan budi pekerti kepada anak.
“Bagaimana melalui berkesenian itu anak-anak akan belajar mengolah dan memperhalus rasanya, itu yang berusaha kami tanamkan selama latihan,” ujar Yuli.
Hal tersebut berjalan beriringan dengan ungkapan "Ambuka Raras Angesti Wiji", yang penanda prasastinya dapat ditemui di anak tangga depan Pendopo Agung Tamansiswa.
Ungkapan tersebut memiliki arti kesenian melandasi pendidikan.
“Seperti yang ditulis Ki Hadjar Dewantara di dalam Buku Pendidikan yang berisi esai tulisan beliau, kesenian menempati posisi yang istimewa di dalam proses pendidikan anak. Mengapa dikatakan istimewa, karena kesenian salah satu yang paling dekat dengan proses meluhurkan kebudayaan. Dan melalui Taman Kesenian, kami mencoba untuk mengaplikasikan itu,” jelas Cak Lis, pendiri Laboratorium Sariswara Tamansiswa yang juga membawahi Taman Kesenian, Kamis (13/11/2025).
Baca juga: Merawat Warisan Piano Ki Hadjar Dewantara di Yogyakarta
Terbang Tinggi Namun Tetap Membumi
Meski masuk dalam kategori sanggar kesenian, Cak Lis menegaskan Taman Kesenian tidak serta merta bertujuan untuk mencetak seniman namun lebih untuk membantu anak mengenali potensi diri.
“Taman Kesenian hanyalah batu loncatan anak-anak untuk mengembangkan sayapnya di dunia luar,” tukasnya.
Hapsari mengatakan, anak-anak yang setelah lama berproses di Taman Kesenian tidak hanya berhasil terbentuk karakternya namun juga bertambah tingkat kepercayaan dirinya.
Ia bercerita bagaimana dulunya anak-anak yang ketika pertama kali datang masih pendiam dan pemalu, tetapi dalam prosesnya kepercayaan diri tumbuh secara alami dalam diri mereka.
“Anak-anak kecil itu di awal-awal juga ada yang mintanya nempel terus sama orang tuanya. Mau dolanan jamuran ya ibunya harus ikut. Setelah berproses dia malah jadi lebih nempel sama gurunya, jadi sudah bisa ditinggal orang tuanya dan mau main sama anak-anak yang lain,” ungkap Hapsari.
Di Taman Kesenian, para pamong juga berusaha untuk mengikis gap dengan anak-anak.
Pamong tidak hanya berfungsi sebagai guru, tapi juga sebagai orang tua.
Membiasakan hal tersebut pada anak membuat anak merasa tidak canggung untuk bercerita keseharian mereka kepada para pamong.
Diceritakan Hapsari tentang anak muridnya yang duduk di bangku SMK dan sudah mengikuti latihan karawitan selama setahun.
“Awalnya dia hanya pegang balungan, kalau tidak saron ya demung. Belakangan ini dia bilang ingin coba belajar yang lain, ya saya dorong saja untuk bilang ke pelatihnya, Pak Agus. Lalu ini tadi dia laporan, ‘Bu, aku tadi sudah jadi nyoba bonang sama kendang lho, bu. Sudah bisa, sama Pak Agus sudah dilepaskan,’” tuturnya sambil tersenyum.
Dalam perjalanannya, Taman Kesenian sudah mencetak banyak alumni muda yang telah aktif berpartisipasi di berbagai kegiatan seni dan sastra daerah.
Namun tidak sedikit dari mereka tetap siap sedia kembali ke Taman Kesenian jika sewaktu-waktu dibutuhkan.
“Anak-anak lama yang sekarang sudah SMA ya banyak yang sudah sibuk di luar sana, sudah peye istilahnya. Tapi ya mereka tidak sombong, kalau ketemu ya tetap menyapa, kadang kalau kami butuh bantuan ya mereka bersedia membantu,” ujar Hapsari.
Di Taman Kesenian, tradisi berkesenian tidak hanya diwariskan tetapi dihidupkan bersama untuk menjadi bekal bagi siapa pun yang pernah singgah dan belajar di dalamnya.
Berpegang pada nilai jiwa merdeka dan ajaran budi pekerti Ki Hadjar Dewantara, Taman Kesenian Tamansiswa tetap bertahan menjadi ruang aman bagi anak untuk bertumbuh.
Anak-anak dapat terbang setinggi yang mereka mau, namun tidak lupa tetap berpijak pada akar budaya yang menjaganya. (MG Shafira Puti Krisnintya)
| Suka Duka Guru TK Menuntun Anak dengan Kasih dan Budi Pekerti |
|
|---|
| OMK Rayon Kulon Progo Gelar FKT ke-13, Perkuat Komitmen Upaya Pelestarian Warisan Budaya Lokal |
|
|---|
| Disbud Kulon Progo Siapkan Program Pelestarian hingga Pengembangan Kesenian yang Mati Suri |
|
|---|
| Cerita Guru Sekolah Inklusi di Yogyakarta Belajar Makna Hidup dari Anak-anak |
|
|---|
| Belajar Memahami Manusia Sambil Merawat Sejarah Bangsa Lewat Museum |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jogja/foto/bank/originals/Pementasan-Langen-Carita-Taman-Kesenian.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.