Hitung Mundur 1,5 Bulan: Yogya Siapkan Strategi Atasi Sampah Jelang Penutupan TPA Piyungan

Pemerintah Kota Yogyakarta hanya tinggal memiliki waktu sekitar 1,5 bulan lagi untuk bisa membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan.

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
SAMPAH MELUBER: Petugas Depo Mandala Krida, Kota Yogyakarta, berjibaku menutup luberan sampah yang sudah melampaui pagar dengan terpal, Selasa (11/11/25). 
Ringkasan Berita:
  • TPA Piyungan akan ditutup 1 Januari 2026, menyisakan waktu 1,5 bulan bagi Pemkot Yogya mencari solusi atas pembuangan sampah yang selama ini mengandalkan Piyungan.
  • Produksi sampah Kota Yogya 300 ton/hari, namun yang bisa diolah hanya 190 ton. Pemkot mengejar pengurangan 100 ton/hari melalui pemilahan hulu dan program emberisasi.
  • Sampah basah membuat mesin pengolah tak optimal, sehingga puluhan ton sampah menumpuk di depo. Kuota pembuangan ke Piyungan kini dibatasi 300 ton/minggu.
 

 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Pemerintah Kota Yogyakarta hanya tinggal memiliki waktu sekitar 1,5 bulan lagi untuk bisa membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan.

Sebab, mulai 1 Januari 2026 mendatang, TPA Piyungan resmi ditutup untuk pembuangan sampah.

TPA Piyungan adalah tempat pembuangan akhir sampah terbesar di DIY.

Lokasinya berada di Kalurahan Sitimulyo,Piyungan, Kabupaten Bantul, berjarak sekitar ±16 km sebelah tenggara pusat kota Kota Yogyakarta. 

Sejak beroperasi, TPA Piyungan menjadi andalan bagi tiga wilayah untuk membuang sampah, yakni Sleman, Kota Yogyakarta dan Bantul.

TPA ini  mulai beroperasi pada akhir 1990-an.

Pembangunannya didukung oleh pemerintah pusat melalui proyek pengelolaan sampah perkotaan, dengan konsep sanitary landfill sebagai standar pengolahan sampah modern pada masa itu.

Seiring pertumbuhan penduduk dan meningkatnya volume sampah, kapasitas TPA Piyungan terus mendapat tekanan.

Area yang awalnya dirancang untuk menampung sampah hingga sekitar satu dekade mulai mengalami kelebihan muatan lebih cepat dari perkiraan.

Beberapa perluasan dan penataan zona penimbunan dilakukan, namun tetap tidak mampu mengejar laju produksi sampah yang meningkat setiap tahun.

Memasuki 2010-an, Piyungan sering mengalami krisis, seperti penumpukan sampah, bau menyengat, hingga penutupan sementara akibat overload.

Kondisi ini memicu inisiatif pengembangan sistem pengelolaan sampah baru, termasuk rencana pembangunan TPST atau waste-to-energy untuk mengurangi ketergantungan pada sistem landfill.

Dengan ditutupnya TPA Piyungan, pekerjaan rumah yang cukup berat dihadapi oleh Pemerintah Kota Yogyakarta.

Sebab, Pemerintah Kota Yogyakarta tidak memiliki lahan untuk membuang sampah yang diproduksi oleh masyarakat di Kota Gudeg.

Dalam sehari, produksi sampah di Kota Yogya bisa mencapai kurang lebih 300 ton.

Karena alokasi pembuangan sampah ke TPA Piyungan terbatas, tumpukan sampah di depo-depo yang ada di Kota Pelajar pun menggunung.

Pemerintah Kota Yogyakarta hingga saat ini baru bisa mengolah sekitar 190 ton sampah setiap harinya.

Berbagai langkah strategis pun diambil oleh Pemkot Yogya untuk mengatasi krisis sampah ini.

Salah satunya dengan memaksimalkan pemilahan sampah organik dari hulunya.

​"Ya, kami sekarang bekerja sama dengan provinsi, kami juga mendapat arahan dari Pak Gubernur, untuk mengkondisikan. Kota yang baru mampu mengolah sampah 190 ton, sementara produksinya 300 ton," katanya, Jumat (14/11/2025).

Baca juga: TPA Piyungan Ditutup Per 1 Januari 2026, Pemkot Yogyakarta Target Reduksi 100 Ton Timbulan Sampah

Menurut Hasto, selisih besar antara produksi dan tingkat pengolahan yang mencapai lebih dari 100 ton per hari itulah yang kini menjadi fokus utama Pemkot Yogyakarta.

​Hasto menegaskan, satu-satunya cara untuk mengatasi sisa sampah tersebut adalah dengan mereduksinya habis-habisan di tingkat hulu, seperti rumah tangga, perkantoran, dan unit usaha.

​"Kita bisa menyelesaikan sisanya itu dengan cara mereduksi di tingkat hulu. Kami tahu diri, dan kami akan mereduksi di tingkat hulu sebanyak-banyaknya, dengan target sampai 100 ton," tegasnya.

​Untuk mencapai target ambisius tersebut, Hasto menyebut Pemkot Yogyakara telah menjalankan berbagai program yang diklaim cukup efektif.

Salah satu yang mulai menunjukkan hasil adalah pengumpulan sampah organik sisa makanan dan sayur dengan metode emberisasi di tingkat masyarakat.

​"Kita kumpulkan sisa makanan, sisa sayur dengan ember itu kan, hari ini terkumpulnya 950 ember. Itu ya sudah mendekati 25 ton. Lumayan sudah mengurangi 25 ton, ya," ungkapnya.

​Tak berhenti di situ, Hasto juga menargetkan pengurangan signifikan sekitar 25 ton dari sampah sapuan jalanan berupa guguran dedaunan dan sebagainya.

​Dengan kombinasi berbagai upaya tersebut, ia optimis target pengurangan 100 ton sampah per hari dapat tercapai sebelum tenggat waktu penutupan TPA Piyungan tiba.

​"Target saya untuk bisa mengurangi hampir 100 ton itu tercapailah sampai Januari (2026). Harapannya begitu, ya usaha keras lah itu," pungkasnya. 

Disimpan di Depo

Memasuki musim penghujan ini, pemerintah Kota Yogyakarta mengalami kendala untuk mengolah sampah yang masuk ke tempat pengolahan sampah miliknya.

Sebab, mesin-mesin pengolahan sampah yang dimiliki tidak bisa bekerja secara maksimal karena sampah-sampah yang masuk dalam kondisi basah.

Jumlahnya pun cukup besar, mencapai puluhan ton.

Alhasil, sampah yang belum bisa diolah tersebut ditampung sementara di depo-depo yang ada di Kota Yogya.

"Ya, karena memang musim hujan toh, sampah yang masuk dalam kondisi basah semua. Kinerja mesin-mesin dan insinerator itu berkurang, menurun," kata Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta, Ahmad Haryoko

Haryoko mengungkapkan, kondisi terkini, ada sekitar 15 armada truk sampah yang tidak bisa diselesaikan pengolahannya dalam satu hari.

Dampaknya, dalam kurun satu pekan terakhir, tumpukan limbah yang menggunung mulai tampak di bebeberapa titik depo di Kota Yogyakarta.

"Sekitar 75 ton (per hari). Upaya pengolahan tetap kita optimalkan. Tapi, mau tidak mau, pertama jelas kita simpan dulu di depo," tuturnya.

Untuk mengantisipasi timbunan di depo agar tidak semakin menggunung, pihaknya telah meminta kuota pembuangan mingguan menuju TPA Piyungan, di Kabupaten Bantul.

Haryoko pun mengaku sudah mendapat lampu hijau dari Pemerintah Daerah (Pemda) DIY, meski kuota yang diberikan cenderung sangat terbatas.

"Kita menyampaikan permohonan ke Pemda DIY dan sudah disetujui. Setiap minggunya kita dijadwalkan ke TPA, kita dikasih kuota 300 ton per minggu," ujarnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved