Tenaga Ahli PSLH UGM : Krisis Sampah Tak Akan Usai Tanpa Perubahan Pola dan Komitmen Bersama

Volume sampah yang terus meningkat setiap hari belum sepenuhnya diimbangi dengan sistem pengelolaan yang berkelanjutan.

Editor: Hari Susmayanti
Dok Tribun Jogja
Tenaga Ahli Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Drs. Iqmal Tahir, M.Si. saat menjadi narasumber Podcast Jejak Hijau yang disiarkan oleh Tribun Jogja 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Masalah sampah masih menjadi tantangan besar bagi banyak kota di Indonesia.

Volume sampah yang terus meningkat setiap hari belum sepenuhnya diimbangi dengan sistem pengelolaan yang berkelanjutan.

Tenaga Ahli Pusat Studi Lingkungan Hidup (PSLH) Universitas Gadjah Mada (UGM), Drs. Iqmal Tahir, M.Si., menilai bahwa akar persoalan ini terletak pada pola pengelolaan dan perilaku yang belum berubah secara menyeluruh.

Menurutnya, sistem yang selama ini dominan diterapkan di banyak daerah masih mengandalkan pola “buang, kumpul, angkut, dan timbun.”

Pola tersebut membuat tempat pembuangan akhir (TPA) di berbagai kota cepat penuh dan tidak memberikan ruang bagi proses pengolahan yang berkelanjutan.

“Masyarakat selama ini punya anggapan bahwa begitu sampah keluar dari rumah, urusannya selesai. Padahal, sampah itu tetap harus dikelola dengan benar sampai tuntas,” ujarnya.

Iqmal menegaskan, pengelolaan sampah yang ideal tidak bisa dilakukan hanya di satu sisi. Diperlukan sinergi antara masyarakat di hulu dan pemerintah di hilir agar prosesnya berjalan berkesinambungan.

“Di hulu, masyarakat perlu mulai mengurangi dan memilah sampah sejak dari rumah. Di hilir, pemerintah berperan memastikan sistem pengumpulan dan pengolahan tetap berjalan setiap hari. Sampah dihasilkan tanpa henti, jadi pengelolaannya juga tidak boleh berhenti,” jelasnya.

Baca juga: TPA Piyungan Ditutup Per 1 Januari 2026, Pemkot Yogyakarta Target Reduksi 100 Ton Timbulan Sampah

Ia menambahkan, perubahan perilaku menjadi kunci penting. Banyak upaya pemilahan yang sudah dilakukan, tetapi hasilnya belum maksimal karena sampah kembali tercampur saat pengangkutan.

“Kalau sampah kering yang bernilai ekonomi tercampur dengan sisa makanan atau minyak, pengolahannya jadi lebih sulit dan mahal. Di situ pentingnya kesadaran untuk memilah,” tambahnya.

Meski tantangan masih besar, Iqmal melihat arah perubahan mulai tampak. Munculnya bank sampah, program edukasi lingkungan, hingga kegiatan sosial di tingkat lokal menjadi tanda tumbuhnya kesadaran masyarakat.

“Sekarang sudah banyak inisiatif baik yang tumbuh di masyarakat. Hal-hal kecil seperti menggunakan tumbler, membawa tas belanja sendiri, atau mendaur ulang plastik adalah bentuk nyata kepedulian,” katanya.

Iqmal menekankan, persoalan sampah tidak bisa diserahkan hanya pada pemerintah atau masyarakat saja. Diperlukan kolaborasi lintas sektor agar perubahan bisa berjalan konsisten.

“Pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama. Perubahan pola dan komitmen yang berkelanjutan dari semua pihak menjadi kunci untuk mengatasi krisis ini,” pungkasnya. (*)

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved