Mengenal Apa Itu Gamagora 7, Varietas Padi Inovasi UGM yang Tahan Iklim dan Kaya Gizi

Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Fakultas Pertanian kembali menegaskan perannya dalam menjaga ketahanan pangan nasional dengan

Dok. Istimewa
Prof. Taryono (kanan) dan Andrianto Ansari (kiri) dari UGM memperlihatkan hasil riset Gamagora 7. Padi inovasi ini siap menjadi solusi pangan karena ketahanannya terhadap iklim dan kandungan gizinya yang tinggi. 

TRIBUNJOGJA.COM – Di tengah tantangan perubahan iklim dan menurunnya kualitas tanah, harapan baru bagi petani Indonesia tumbuh dari hasil riset anak negeri. Universitas Gadjah Mada (UGM) melalui Fakultas Pertanian kembali menegaskan perannya dalam menjaga ketahanan pangan nasional dengan meluncurkan varietas padi unggulan, Gadjah Mada Gogo Rancah 7 (Gamagora 7).

Bukan sekadar padi tahan kering, Gamagora 7 lahir dari semangat untuk memberi makan generasi masa depan menghadirkan beras pulen kaya zat besi (Fe) dan seng (Zn) yang dirancang membantu menekan angka stunting.

“Gamagora 7 ini hasil rakitan dari UGM sendiri. Umurnya pendek, produktivitas tinggi, dan punya ketahanan luar biasa terhadap kondisi ekstrem,” ujar Prof. Taryono, Dosen Fakultas Pertanian UGM yang menjadi peneliti utama varietas ini.

Ia menjelaskan, Gamagora 7 mampu dipanen hanya dalam 85 hari di musim kemarau dan 95 hari di musim hujan, dengan produktivitas mencapai 9,7 ton per hektare di lahan yang cocok.

Dari Ilmu Menjadi Harapan

Gamagora 7 awalnya dirancang untuk menjawab tantangan perubahan iklim. Namun, seiring penelitian berjalan, varietas ini justru membuka jalan baru bagi hilirisasi riset UGM dalam bidang pangan bergizi.

Melalui kerja sama dengan berbagai pihak, UGM mengolah hasil panen Gamagora 7 menjadi Beras Premium Presokazi beras yang diformulasikan secara khusus untuk membantu memenuhi kebutuhan zat gizi penting, terutama bagi anak-anak dan ibu hamil.

“Rasa nasinya pulen, gizinya tinggi. Kandungan protein, zat besi, dan zinc-nya ini yang membuat kami berharap bisa membantu mengatasi stunting,” terang Prof. Taryono.

Tak hanya soal gizi, varietas ini juga tangguh menghadapi kekeringan. 

“Kemampuan recovery-nya tinggi. Artinya, kemungkinan gagal panen karena kekurangan air itu sangat rendah,” imbuhnya.

Baca juga: Inilah Beras Presokazi, Inovasi UGM Hilirisasi dari Gamagora yang Bisa Cegah Stunting

Menyemai di Banyak Daerah

Inovasi ini kini telah menembus batas laboratorium. Gamagora 7 mulai dibudidayakan di berbagai wilayah Indonesia dari Klaten, Purworejo, Ngawi, Nganjuk, Blitar, hingga NTB, Sumatera Utara, dan Sulawesi Selatan.

Di Klaten, hasil panennya rata-rata mencapai 6–7 ton per hektare, meski tetap harus waspada terhadap ancaman hama seperti tikus. “Kalau tanpa serangan, hasilnya bisa maksimal,” katanya.

Hilirisasi riset ke produk nyata memang tidak mudah. Butuh biaya tambahan untuk penanaman, pembenahan tanah, hingga proses panen. Namun, hasilnya sepadan: beras berkualitas tinggi yang membawa nilai lebih bagi masyarakat.

“Itulah kelebihannya, kaya protein, vitamin, dan gizi. Kami ingin hasil riset benar-benar bisa dinikmati masyarakat,” tutur Prof. Taryono.

Ilmu yang Tidak Berhenti di Laboratorium

Dr. Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, Sekretaris UGM, menegaskan bahwa Gamagora 7 adalah wujud konkret hilirisasi riset UGM yang berdampak langsung di lapangan.

“Temuan seperti ini tidak boleh berhenti di laboratorium. Kami ingin hasil riset hadir memberi manfaat nyata bagi masyarakat,” ujarnya.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved