Cerita Paimin Andalkan Becak Listrik di Malioboro, Berharap Fasilitas Pengisian Daya Dibenahi

Sudah 2 tahun terakhir, Paimin dan puluhan rekannya mengandalkan becak listrik untuk beroperasi di kawasan Malioboro

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
Foto dok Ilustrasi Becak Listrik di Yogyakarta 

Ia bercerita, ada pengemudi becak yang bahkan menempuh jarak jauh untuk bekerja. “Ada teman saya yang rumahnya di Jetis Bantul, jaraknya sekitar 22 kilometer ke kota. Tiap hari pulang-pergi naik becak listrik, dan masih kuat,” tambahnya.

Ia berharap fasilitas pengisian daya bisa diperbaiki agar lebih efisien. 

“Teman-teman malas ke Ketandan karena fasilitasnya kurang. Padahal dulu itu baru dibangun. Mudah-mudahan nanti instalasinya bisa dibenahi supaya bisa dipakai lagi,” ujarnya.

Paimin juga menyoroti masih maraknya becak motor di sejumlah titik wisata, meskipun kawasan Malioboro sudah ditetapkan sebagai zona rendah emisi. 

“Saya pribadi tidak mau konflik. Soal becak motor itu urusannya pemerintah. Sudah pernah dibahas, katanya akan ada penertiban. Prinsipnya, kendaraan yang pakai BBM memang tidak boleh beroperasi di sana,” tuturnya.

Menurut dia, jumlah becak listrik yang ada saat ini—sekitar 90 unit—masih jauh dari cukup. Ia berharap pemerintah daerah dapat menambah armada sekaligus mendorong sektor swasta untuk turut serta.

“Dinas Pariwisata seharusnya bisa mendorong hotel-hotel berbintang agar memakai becak listrik untuk melayani tamu, bukan becak motor. Tapi sampai sekarang belum ada kabar tambahan unit, mungkin baru akan ada lagi sekitar tahun 2026,” katanya.

Meski demikian, minat pengemudi becak motor untuk beralih ke becak listrik masih rendah.

“Masih sedikit. Padahal menurut saya, pemerintah harus tegas. Becak listrik ini bisa jalan, bisa cari uang, dan tidak menguras tenaga. Tapi banyak yang belum mau pindah karena sudah terbiasa dengan becak motor,” ujarnya.

Soal kualitas, Paimin menilai versi terbaru becak listrik jauh lebih baik dibanding edisi awal. “Saya dan penumpang sama-sama senang, karena jalannya halus dan tidak ribut. Perawatannya juga mudah,” katanya. 

Namun, ia memberi catatan agar sistem pengereman diperkuat. “Sekarang masih pakai rem cakram motor, satu di bagian belakang. Sebenarnya cukup kuat, tapi untuk jarak jauh atau jalan menurun sebaiknya ditambah sistem pengaman rem. Versi 2023 itu masih pakai cakram kecil, seperti cakram sepeda, jadi cepat aus,” ujarnya.

Bagi Paimin dan rekan-rekannya, becak listrik bukan sekadar kendaraan, melainkan simbol perubahan. Di tengah geliat kota yang kian modern, mereka tetap menjaga napas tradisi sambil melangkah menuju masa depan yang lebih bersih dan berkelanjutan. 

 

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved