Keracunan MBG

Kisah Siswa SMAN 1 Jogja Guling-guling Menahan Sakit Seusai Santap Menu MBG

Dinas Kesehatan DIY minta uji organoleptik sebelum makanan bergizi gratis (MBG) didistribusikan setelah kejadian keracunan di SMA Negeri 1 Yogyakarta

|
Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
KORBAN MBG: Siswa-siswi SMA N 1 Yogyakarta mengisahkan insiden keracunan MBG yang dialaminya, di sela kunjungan Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Jumat (17/10/25). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYAKARTA -- Insiden keracunan makanan yang menimpa ratusan siswa di Kota Yogyakarta, Kamis (16/10/2025), menyisakan satu kisah tak terlupakan bagi siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta.

Cerita itu datang dari Rizky Dwi, siswa kelas XII SMA Negeri 1 Yogyakarta, yang mengalami gejala keracunan paling parah kelasnya. 

Penyebabnya? 

Maka dua potong ayam.

Saat Tribun Jogja menyambangi sekolahnya, Jumat (17/10/2025), ia bersedia berbagi cerita. 

Dengan gaya bicara khas anak SMA, ia membuka kisahnya.

“Kebetulan saya pas di hari itu makan dua lauknya. Ayam. Dapat dari teman. Jadi ayamnya itu, saya makan dua,” ujarnya.

Ayam yang disantap Rizky bukan ayam goreng kering. 

Menurutnya, teksturnya mirip opor, tapi dengan saus barbeque. 

Tak ada rasa aneh, tak ada bau mencurigakan. 

Hanya aroma khas ompreng yang bercampur pisang, katanya.

“Kalau saya pas makan tuh enggak ada. Enggak ngerasa. Cuma kayak pas datang tuh kayak ya memang mungkin kayak bau omprengnya tuh kan ada pisangnya kan. Jadi kayak baunya campur pisang gitu,” tuturnya.

Namun, malam harinya, sekitar pukul 18.30 WIB, perut Rizky mulai bergejolak.

Awalnya ia kira hanya maag biasa. 

Tapi tak lama kemudian, ia mulai berguling-guling menahan sakit.

“Saya kira kan cuma sakit maag biasa, soalnya di sini (menunjuk perut) memang awalnya sakit biasa saja. Tapi, beberapa saat, setelah itu, saya sampai kayak guling-guling gitu,” kisahnya.

Ibunya sempat mengira itu hanya masuk angin. 

Rizky diberi obat sakit maag.

Tapi ternyata, malam itu menjadi malam panjang baginya.

“Ternyata ya memang mencret, ke kamar mandi terus sampai paginya. Terus saya enggak berangkat, enggak masuk (sekolah),” ujarnya.

Tak hanya Rizky, Kayvella N. Audria, siswi berjilbab dari kelas yang sama, juga mengalami gejala serupa. 

Ia mulai merasakan mules sejak pukul 20.00 WIB, sepulang les.

“Kalau teman-teman kan dari dini hari. Kalau saya sudah mulai mules tuh dari jam 8 malam, habis pulang les. Lalu saya hampir tiga kali ke kamar mandi habis pulang les itu,” katanya.

Pagi harinya, Kayvella sempat masuk sekolah. 

Namun karena perutnya tak kunjung membaik, ia akhirnya izin pulang. 

Sri Sultan HB X Soroti Kesiapan Dapur MBG yang Masih Diabaikan: Kapasitas Harus Dihitung Realistis

Uji Organoleptik

MBG saat dibagikan kepada siswa-siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta, Kamis (16/10/2025)
MBG saat dibagikan kepada siswa-siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta, Kamis (16/10/2025) (KOMPAS.COM/WISANG SETO PANGARIBOWO)

Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) meminta Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) untuk melakukan uji organoleptik terhadap makanan sebelum didistribusikan ke sekolah-sekolah.

Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kesehatan DIY, Akhmad Akhadi, mengungkapkan bahwa uji organoleptik dilakukan dengan memeriksa makanan yang akan dikonsumsi.

Pengujian tersebut mencakup pengamatan terhadap penampakan makanan.

Tak hanya itu, pengujian juga dilakukan dengan memegang atau memeriksa makanan menggunakan tangan.

Tahapan terakhir adalah mencicipi makanan tersebut untuk memastikan bahwa makanan tidak dalam kondisi basi.

“Sebetulnya, protokolnya sudah ada, tetapi masalahnya apakah dijalankan atau tidak. Jadi, sebelum makanan dikirimkan ke sekolah-sekolah, penanggung jawab SPPG harus melakukan uji organoleptik,” ungkapnya, Jumat (17/10/2025).

Bagaimana Mengujinya? 

Uji organoleptik atau dikenal juga sebagai uji sensori adalah metode pengujian kualitas suatu produkterutama makanan dengan menggunakan indra manusia sebagai alat utama

Berdasarkan literasi.unimus.ac.id bisa dilakukan dengan melakukan beberapa hal sebagai berikut:

  1. Melihat apakah makanan tampak berlendir atau berair
  2. Mencium apakah ada bau tidak sedap dan
  3. Merasakan apakah makanan sudah basi.

DPRD Turun Tangan 

anggota DPRD Kota Yogyaakrta menyambangi langsung SMA Negeri 1 Yogyakarta, Jumat (17/10/25) sore, untuk mengumpulkan data valid dan mengevaluasi implementasi program yang berujung pada insiden keracunan tersebut.

Ketua Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Darini, menegaskan, bahwa sekolah menengah atas merupakan ranah pemerintah provinsi. Namun, karena lokasinya berada di Kota Yogyakarta, pihaknya merasa perlu hadir dan mengawasi.

"Yang jelas, selain kami silaturahmi dan kunjungan ke SMA Negeri 1 Yogyakarta ini, tentunya kami kan melihat berita yang kemarin, ya, untuk masalah keracunan MBG," katanya, saat dijumpai di SMA Negeri 1 'Teladan' Yogyakarta.

"Walaupun SMA itu adalah ranahnya provinsi, tapi karena letaknya di kota, sehingga kami juga hadir ingin tahu yang sebenarnya seperti apa, sekaligus datanya, karena semuanya itu kan harus valid," urai Darini.

Berdasarkan penjelasan dari Kepala Sekolah, Darini menyampaikan bahwa kondisi para siswa yang keracuna  tidak sampai memerlukan rawat inap di rumah sakit dan cukup istirahat di rumah.

Tercatat, sekitar 426 siswa terdampak di SMA Negeri 1 Yogyakarta, saat ini sebagian besar sudah kembali masuk sekolah, dengan hanya menyisakan empat siswa yang belum dapat beraktivitas normal lagi.

"Anak-anak tidak ada yang sakit sampai ke rumah sakit, ya, bahasanya sakit tapi istirahat di rumah. Sekarang sudah pada masuk sekolah tinggal empat yang belum, kondisinya seperti diare," ucapnya.

Menanggapi kebijakan Wali Kota Hasto Wardoyo yang memutuskan penutupan sementara Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) pasca insiden, Darini menyatakan dukungan penuh.

Keputusan menghentikan program MBG selama satu hingga dua minggu dinilai sebagai langkah tepat sembari menunggu hasil uji laboratorium sampel makanan.

 

"Dihentikan sementara sampai dua minggu, kemudian kita nanti melihat hasil uji labnya. Setelah melihat hasilnya, nanti langkah selanjutnya seperti apa, kan begitu," paparnya.

 

"Kebetulan beliau (Wali Kota) memiliki latar belakang basic kesehatan, ya, seorang dokter, jadi konsen sekali tentang kesehatan. Saya pikir itu adalah langkah terbaik untuk saat ini," urai Darini.

Politikus PDI Perjuangan tersebut mengingatkan, kelalaian dalam jadwal memasak dan penyajian bisa saja menyebabkan makanan menjadi basi, terutama jenis sayur-sayuran dan lauk basah.

Alhasil, meski Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tidak mendapat ketugasan secara khusus dalam program MBG yang bersifat nasional, ia mendesak agar intervensi tetap dilakukan.

"Karena letaknya di Kota Yogya dan (penerimanya) masyarakat Kota Yogya juga, sehingga harus ada intervensi. Dinas Kesehatan bisa hadir untuk mengetahui, di dapur bagaimana sih, ada kandungan apa sih, seperti itu," tegasnya.

Sementara, Anggota Komisi D DPRD Kota Yogyakarta, Nurcahyo Nugroho, menyoroti lemahnya manajemen di dapur penyedia makanan, khususnya terkait proses distribusinya.

Bukan tanpa alasan, diantara sembilan sekolah yang mendapat suplay MBG dari SPPG di kawasan Wirobrajan itu, hanya siswa sekolah menengah atas saja yang mengalami keracunan.

 

"Antara jam memasak dan distribusi makanannya harus disesuaikan. Karena dari kasus ini kita melihat, yang diduga keracunan itu kan cuma anak-anak SMA, yang makanannya diantar paling akhir. Sedangkan untuk anak-anak SD dan SMP aman," cetusnya.

(Tribunjogja.com/Aka/Maw)
 

Baca dan Ikuti Berita Tribunjogja.com.com di GOOGLE NEWS 

 

 

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved