Program Nasional Digitalisasi Pengadaan Barang dan Jasa Mulai di Kalurahan DIY, Target Transparansi

Menurut Sumardi, Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa Muda, upaya ini merupakan peralihan dari sistem belanja manual menuju sistem elektronik

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Yoseph Hary W
Istimewa
DIGITALISASI PENGADAAN: Para narasumber berbincang dalam podcast Insight bertema “Implementasi dan Pengenalan Digitalisasi Pengadaan Barang dan Jasa di Kalurahan” di Yogyakarta, baru-baru ini. Diskusi membahas kesiapan pemerintah dan pelaku usaha dalam menerapkan sistem pengadaan berbasis digital di tingkat kalurahan. 

Meski peluang besar terbuka, sejumlah kendala masih dihadapi dalam penerapan sistem digital ini.
Aris Eko Hariyanto mengungkapkan, kendala utama adalah keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan minimnya pemahaman digital di kalangan pelaku usaha.

“Masih banyak pelaku usaha yang belum terbiasa menggunakan sistem digital. Mereka masih terbiasa dengan transaksi konvensional—jual hari ini, dibayar hari ini. Belum banyak yang memahami mekanisme jual beli daring dengan prosedur administrasi pemerintah,” ujarnya.

Selain itu, menurut Aris, sebagian pelaku usaha kecil juga menghadapi kendala permodalan karena sistem pembayaran pemerintah tidak langsung dilakukan saat transaksi.

“Kalau pembayarannya tempo 30 hari, tentu sulit bagi pengusaha yang modalnya terbatas. Karena itu, edukasi harus dibarengi solusi pendanaan,” katanya.

Menanggapi hal tersebut, Sumardi menyebut bahwa pemerintah pusat sebenarnya telah menyiapkan instrumen Kartu Kredit Pemerintah (KKP) untuk membantu penyedia yang memiliki keterbatasan modal.

Namun, di DIY program ini masih dalam tahap pembahasan dengan beberapa bank.

“Kami sudah berkomunikasi dengan tiga bank, tapi memang masih butuh waktu untuk implementasinya,” ujarnya.

Kesiapan Pamong dan Masyarakat

Di sisi lain, kesiapan aparatur kalurahan dalam mengoperasikan sistem digital dinilai cukup baik.
Menurut Sumardi, sebagian besar pamong sudah terbiasa menggunakan komputer dalam pekerjaan sehari-hari, sehingga proses adaptasi tidak menjadi masalah besar.

“Ketika diinformasikan akan ada perubahan sistem belanja menjadi digital, mereka relatif mudah menyesuaikan. Keuntungan lain, sistem digital lebih efisien, mengurangi penggunaan kertas, dan arsip datanya lebih aman,” kata Sumardi.

Namun, kesiapan masyarakat dan pelaku usaha masih beragam.

Lilik menilai perlu adanya pendampingan berkelanjutan, termasuk melibatkan generasi muda sebagai penggerak digitalisasi di desa.

“Tidak semua masyarakat siap. Tapi anak-anak muda, mahasiswa, dan siswa SMK bisa menjadi jembatan. Mereka bisa membantu para pelaku usaha di kalurahan agar melek digital dan berdaya saing,” ujar Lilik.

“Kita tidak bisa memaksa semua orang langsung bisa, tapi bisa membangun ekosistem agar mereka mau belajar,” tambahnya.

Biro Pengadaan Barang dan Jasa DIY terus memperkuat pendampingan dan edukasi bagi masyarakat serta aparatur pemerintah.
Aris menyebutkan, pendampingan dilakukan dua kali seminggu melalui Zoom Meeting, serta layanan konsultasi langsung di kantor Biro PBJ DIY.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 2/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved