Sarasehan Saintek 2025, Menyatukan Saintis untuk Pembangunan Inovatif Yogyakarta

Forum ini menjadi momentum strategis untuk memperkuat kontribusi sains dan teknologi terhadap pembangunan nasional yang inklusif dan berkelanjutan

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Direktur Jenderal Riset dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi RI Dr. Fauzan Adziman (tengah) didampingiKetua LLDIKTI Wilayah V, Prof. Setyabudi Indartono, M.M., Ph.D., (kanan) dalam Sarasehan Sains dan Teknologi Yogyakarta di Universitas Sanata Dharma, Sleman, Rabu (8/10/2025). Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian Konvensi Sains Teknologi dan Industri Indonesia 2025 yang mendorong kolaborasi riset lintas sektor. 

“Sebetulnya, dana itu diharapkan untuk mendukung pengembangan sektor-sektor strategis, dan di baliknya ada arahan agar sains dan teknologi turut berperan aktif,” ujarnya.

Kementerian kini tengah menghimpun produk-produk unggulan dari perguruan tinggi dan melakukan diskusi dengan bank-bank Himbara, seperti BNI, Mandiri, BRI, BTN, dan BSI, agar perbankan dapat membantu proses hilirisasi inovasi kampus.

“Dengan begitu, perbankan kita juga dapat melihat bahwa teknologi merupakan solusi untuk meningkatkan daya saing produk secara berkelanjutan. Awalnya memang bukan hanya produk yang penting, tetapi juga peran para pakar di kampus. Karena para pakar ini tidak hanya ahli teknologi, tetapi juga memahami aspek ekonomi, sosial, dan ekologi, sehingga tahu bagaimana teknologi bisa diterapkan di lapangan,” tutur Fauzan.

Pemerintah juga menggandeng Kementerian Investasi dan Hilirisasi serta telah menandatangani nota kesepahaman dengan Himpunan Kawasan Industri.

“Dengan demikian, kampus bisa benar-benar menjadi problem solver,” katanya.

Terkait pemanfaatan dana tersebut, Fauzan menegaskan bahwa tahap awalnya bukan berupa penyaluran langsung ke kampus, melainkan proses valuasi terhadap produk-produk riset kampus oleh lembaga penilai independen.

“Kita tidak ingin serta-merta memberikan kredit tanpa proses yang matang. Produk-produk itu perlu meningkatkan nilai melalui paten, hak kekayaan intelektual, dan hasil penelitian yang terdokumentasi,” ujarnya.

Dengan valuasi yang baik terhadap produk dan inventor, lanjut Fauzan, industri akan lebih mudah tertarik bekerja sama, dan pembiayaan dari perbankan pun menjadi lebih mudah.

“Mudah-mudahan, dana Rp 200 triliun itu benar-benar bisa digunakan untuk membangun ekosistem inovasi di kampus,” katanya.

Prioritas di Bidang Kesehatan, Pangan, dan Energi

Fauzan menyebut sejumlah bidang prioritas yang dinilai paling mendesak untuk divaluasi karena memiliki dampak langsung bagi masyarakat, yakni kesehatan, pangan, dan energi.

“Untuk bidang kesehatan, misalnya, kami sedang mengembangkan alat identifikasi cepat penyakit TBC. Karena TBC ini menimbulkan beban biaya tinggi pada sistem kesehatan, maka deteksi dini sangat penting. Kampus sudah memiliki produk yang mampu mengidentifikasi TBC dengan cepat — salah satunya melalui pemeriksaan pernapasan,” ujarnya.

Selain itu, produk herbal seperti temulawak dan kratom juga sedang dikembangkan agar dapat menembus pasar ekspor.

Sementara dalam bidang pangan, fokus diarahkan pada pengembangan bibit unggul yang tengah dinanti Kementerian Pertanian. 

“Kementan sudah siap menjadi off-taker dari hasil tersebut,” kata Fauzan.

Sumber: Tribun Jogja
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved