Sri Sultan HB X Minta Ada Dialog Soal Pengosongan Lahan Pantai Sanglen: Jangan Telantarkan Orang

Sri Sultan HB X menekankan pentingnya kejelasan status tanah dan tanggung jawab untuk tidak menelantarkan warga yang terdampak.

TRIBUNJOGJA.COM/ HANIF SURYO
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X (HB) ditemui di Kompleks Kepatihan, Selasa (29/7/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) X, menyarankan agar persoalan pengosongan lahan di kawasan Pantai Sanglen, Gunungkidul, diselesaikan melalui dialog terbuka.

Ia menekankan pentingnya kejelasan status tanah dan tanggung jawab untuk tidak menelantarkan warga yang terdampak.

“Ya enggak apa-apa, asal mau dialog aja. Didialogkan saja, gitu loh, untuk dipahami statusnya tanah bagaimana. Ya kan? Ada penggantinya enggak? Jangan ditelantarkan, gitu loh. Itu aja. Jelaskan aja. Itu urusannya bagian pertanahan. Kita lihat dulu,” kata Sultan kepada wartawan di Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Selasa (29/7/2025).

Polemik di Pantai Sanglen mencuat setelah adanya rencana pembangunan kawasan wisata eksklusif oleh PT Biru Bianti Indonesia.

Sejumlah warga dan lembaga bantuan hukum (LBH) menyatakan penolakan terhadap proyek tersebut karena dinilai mengabaikan hak masyarakat yang telah lama menempati kawasan itu.

Namun Sultan menilai bahwa proses pembangunan tidak menjadi soal selama dilalui dengan persetujuan dan pembicaraan yang baik.

“Ya mungkin saja (dibangun hotel). Lainnya kan juga hotel di situ, nggak ada masalah. Silahkan aja. Yang penting untuk bikin apa disetujui oleh Bu Bupati, ya boleh aja. Terserah. Untuk investasi atau apa, silakan saja. Tapi rembugan (diskusi) yang baik, itulah,” ujarnya.

Menanggapi penolakan dari sejumlah warga dan LBH, Sri Sultan menyatakan bahwa pendekatan dialog tetap menjadi kunci. 

“Ya, ya terserah pendekatannya aja. Gitu aja enggak bisa selesaikan, ya kan. Yang penting difokuskan aja,” katanya.

Baca juga: Pengosongan Lahan Pantai Sanglen, Bupati Gunungkidul Minta Warga Mundur Sukarela.

Ia lalu menyinggung pengalaman dalam penataan pedagang kaki lima (PKL) yang pada awalnya menolak relokasi, namun akhirnya bersedia pindah setelah proses komunikasi dilakukan dengan baik.

“Saya bilang, mau fasilitasi PKL juga, suruh pindah. Habis ngerti enggak pindah orang tahun, ya tetap ngeyel. Ya kan? Ini nyatanya juga pindah semua. Soalnya kalau nggak pindah ke sana, mau ke mana dia? Yang penting ada pembicaraan yang baik,” jelasnya.

Menurut Sri Sultan, perdebatan soal “hak atas tanah” tidak perlu dibawa ke ranah konflik jika memang status hukumnya jelas. 

“Enggak usah bicara hak-hak-hak. Kalau memang dia tidak punya hak, ya bagaimana?” katanya.

Soal kemungkinan pemberian kompensasi atau pesangon bagi warga terdampak, Sultan menilai hal itu layak dibahas lebih lanjut. 

“Apakah kasih pesangon? Kasih pesangon itu sudah dianggap memadai enggak? Nah, itu kan harus dibicarakan. Persoalannya sendiri kan saya enggak tahu. Menolak itu dasarnya apa? Apa dia yang merasa punya tanah? Ya kan, gitu. Atau tidak, saya kan enggak tahu,” tuturnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved