Saki Maeta Rasakan Nuansa Sakral di Ritual Jamasan Pusaka Pasedherakan Trah HB II

Saki tampak serius memperhatikan proses menjamas keris dan tombak di acara Jamasan Pusaka yang digelar Pasedherekan Trah Sri Sultan Hamengku HB II.

|
Penulis: Tribun Jogja | Editor: Agus Wahyu
TRIBUN JOGJA/AGUS WAHYU
Saki Maeta saat menyaksikan prosesi penjamasan pusaka keris acara Jamasan Pusaka Pasedherekan Trah HB II di pendopo Kampus Atekpi Yogyakarta, Sabtu (19/7/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mahasiswi S3 Kobe University Jepang, yang kini mengikuti program pertukaran mahasiswa di UGM, Saki Maeta, mengaku bersyukur bisa berkesempatan menyaksikan prosesi budaya Jawa jamasan pusaka pada bulan Suro (kalender Jawa).

Saki tampak serius memperhatikan setiap tahapan proses menjamas keris dan tombak di acara Jamasan Pusaka yang digelar Pasedherekan Trah Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) II di Pendopo Akademi Teknik Piri (Atekpi) Yogyakarta, Sabtu (19/7/2025).

“Semula saya kira, keris ini hanyalah hiasan bagi orang Jawa, tapi ternyata banyak filosofi secara budaya dan kepercayaan, termasuk agama. Saya ikuti satu per satu tahapan proses jamasan pusaka ini. Ini pengalaman baru saya melihat ritual adat budaya ini, beda dengan di Jepang di mana ritual ini sudah tidak ada,” ucap Saki di sela acara Jamasan Pusaka Pasedherekan Trah HB II.

Bahkan, Saki mengaku merasakan suasana sakral pada awal prosesi jamasan puluhan pusaka Keris dan Tombak itu. “Suasana sakral sangat terasa pada awal prosesi. Di mana ada sesaji kembang, kemenyan, kemudian mantra-mantra (doa-doa). Ini pertama kali saya menyaksikan ritual adat budaya Jawa yang penuh sakral, sangat terasa sakralnya,” papar mahasiswi Jepang yang mengikuti program pertukaran mahasiwa selama 4 bulan di Yogyakarta.

Ketua Umum Pasedherekan Trah HB II, R Hendro Marwoto menyebutkan, acara jamasan pusaka ini sebagai wujud kiprah trah keluarga HB II di masyarakat. Ia mengaku, jamasan ini lebih dikhususkan bagi anggota keluarga trah HB II.

“Namun, ada beberapa pusaka milik masyarakat kita terima untuk dijamas. Kami menggelar acara di luar atau secara publik ini ingin menunjukkan kiprah di masyarakat. Bahwa, keturunan trah keraton harus bisa membaur dengan masyarakat, jangan sampai merasa keturunan terus bilang ‘aku ndoro lho’. Jangan sampai seperti itu, tapi kita membaur biasa dengan masyarakat,” papar Hendro.

Ia menambahkan, bahwa acara jamasan pusaka ini rutin digelar setiap tahun, setiap bulan Suro (kalender Jawa). “Banyak, ratusan ada pusaka milik keluarga trah HB II dan masyarakat. Di antaranya keris Kyai Slamet Srimanganti, peninggalan eyang HB II. Ada juga peninggalan eyang Nyi Ageng Serang, tapi sudah dijamasa duluan,” lanjutnya.

Jamasan ini juga dihadiri tokoh budayawan yang juga Ketua Paguyuban Seniman Tradisi (Pasri) DIY, Nano Asmorodono. Ia mengapresiasi kegiatan budaya ini.

“Ini kegiatan bagus, melestarikan aset budaya berupa jemasan pusaka. Kalau di dalam keraton tradisi ini wujud pelestarian. Tapi, kalau sudah keluar seperti ini, sudah pengembangan bisa dikemas dengan aksi pertunjukan,” ujar Nano.

jamasan suro
Prosesi penjamasan pusaka keris saat acara Jamasan Pusaka Pasedherekan Trah HB II di pendopo Kampus Atekpi Yogyakarta, Sabtu (19/7/2025).

Ia pun menyampaikan masukan, agar acara jamasan ini dikembangkan dengan sajian lebih menarik bagi masyarakat. Ia mencontohkan, dengan kemasan menarik acara ritual tradisi ini diharapkan generasi muda ikut tertarik belajar tradisi budaya ini.

“Misalnya, mulai proses jamasan dijelaskan juga tahapan-tahapan proses jamasan. Lalu, juga disampaikan bahan-bahan apa saja yang digunakan untuk jamasan, maknanya apa bagi kehidupan orang Jawa dengan pusakanya. Atau misalnya juga, saat menjamas diiringi tembang dan ada tarian yang mengikuti proses ini. Ini akan menarik masyarakat umum untuk melihat dan akhirnya ikut belajar soal budaya ini,” bebernya panjang.

Hal itu pula, bagi Nano, pengembangan-pengembangan tradisi ini disesuaikan situasi masa kini, sesuai masa generasi muda sekarang. “Ini sudah di luar (keraton) acaranya, nah pengembangan inilah yang saya usulkan tadi. Mau nggak mau ini harus dikembangkan sesuai kondisi zaman sekarang,” tandasnya. (ayu)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved