Pakar UGM: Pemerintah Perlu Tata Ulang Sistem Pajak, Topang Target Investasi Nasional

Reformasi pajak penghasilan harus diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan kelompok ekonomi atas tanpa menciptakan distorsi insentif.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
ILUSTRASI - Pajak 

Kolaborasi antara DJP, platform digital, dan lembaga keuangan menjadi penting agar pelaporan transaksi bisa dilakukan secara otomatis.

Jika data dapat dipadukan dengan baik, proses pengawasan bisa dilakukan secara real time dan berbasis risiko.

“DJP akan jauh lebih efektif jika punya akses penuh ke data e-commerce untuk mendukung pemungutan PPh sektor digital,” ungkapnya.

Rijadh berujar dalam konteks mendorong investasi, insentif fiskal tetap penting, namun harus dijaga agar tidak justru menggerus penerimaan negara.

Pemerintah juga perlu mengukur efektivitas insentif secara berkala dan mengaitkannya dengan kinerja penerima manfaat.

Dengan begitu, insentif bisa lebih tepat sasaran dan tidak menjadi beban jangka panjang. “Insentif harus jadi katalis pertumbuhan, bukan sekadar pengurang basis pajak,” ujarnya.

Lebih jauh, Rijadh juga menggarisbawahi pentingnya reformasi perpajakan jangka panjang yang tidak hanya fokus pada penerimaan, tetapi juga keadilan dan keberlanjutan.

Menurutnya, pembenahan sistem harus meliputi penyederhanaan regulasi, penggunaan teknologi seperti Artificial Intelligence (AI) untuk pengawasan pajak, serta kebijakan fiskal yang mendukung transisi energi dan lingkungan.

Strategi ini penting untuk memastikan bahwa kebijakan fiskal Indonesia tetap relevan dengan agenda global dan tidak tertinggal secara struktural.

“Green fiscal policy harus menjadi prioritas. Pajak harus diarahkan untuk mendukung pembangunan yang tidak hanya pro-growth, tapi juga pro-sustainability,” katanya.

Menutup pandangannya, Rijadh menegaskan bahwa reformasi perpajakan harus dijalankan secara menyeluruh dan konsisten untuk mendukung target investasi nasional.

Pemerintah perlu memperluas basis pajak dengan menjangkau sektor informal dan digital secara aktif, menyederhanakan sistem perpajakan bagi pelaku usaha kecil, dan mendorong kepatuhan sukarela di semua lapisan.

Di saat yang sama, insentif fiskal harus dirancang berbasis data dan hasil, bukan asumsi.

“Kalau kita bisa menata ulang sistem perpajakan agar lebih adil, luas, dan adaptif, saya yakin ruang fiskal akan semakin kuat, dan target investasi Rp7.500 triliun bukan sekadar ambisi, tapi sesuatu yang bisa dicapai bersama,” pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved