22 Wisatawan Dilaporkan Disengat Ubur-ubur di Pantai Selatan DIY, Disangka Mainan dan Terlihat Lucu

Hingga akhir pekan lalu, sedikitnya 22 wisatawan di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul dilaporkan mengalami sengatan ubur-ubur.

Dok.Istimewa
Petugas SAR saat menunjukkan penampakan ubur-ubur yang terhempas di tepi pantai di Gunungkidul, Minggu (29/6/2025) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Ubur-ubur kembali muncul di sepanjang pesisir pantai selatan Jawa saat musim liburan sekolah.

Fenomena ini tidak hanya mengganggu kenyamanan wisatawan, tetapi juga menyebabkan korban sengatan, terutama anak-anak.

Banyak dari mereka tertarik menyentuh ubur-ubur karena mengira makhluk tersebut adalah mainan atau karakter lucu seperti dalam film animasi SpongeBob SquarePants.

Hingga akhir pekan lalu, sedikitnya 22 wisatawan di Pantai Parangtritis, Kabupaten Bantul dilaporkan mengalami sengatan ubur-ubur.

Menurut Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Daerah Istimewa Yogyakarta, Noviar Rahmad, mayoritas korban adalah anak-anak.

“Anak-anak banyak yang tertarik menyentuh ubur-ubur karena bentuknya mirip jelly, warnanya menarik—ada yang merah, biru, bahkan seperti pelangi. Mereka menyangka itu mainan atau ubur-ubur seperti yang mereka lihat di film SpongeBob,” ujar Noviar, Selasa (7/1/2025).

Kemunculan ubur-ubur di pantai selatan bukanlah hal baru. Fenomena ini biasanya terjadi secara musiman, terutama saat perubahan suhu laut atau arus.

Tahun ini, ubur-ubur mulai tampak kembali sejak pertengahan Juni dan tersebar di berbagai titik, seperti pantai-pantai di Gunungkidul, Parangtritis.

Namun, yang membedakan tahun ini adalah tingginya jumlah anak-anak yang menjadi korban.

Musim liburan sekolah memicu lonjakan kunjungan ke pantai.

Banyak keluarga membawa anak-anak mereka bermain di tepian, tanpa menyadari adanya potensi bahaya tersembunyi.

“Wujud ubur-ubur yang terdampar memang tidak seperti ubur-ubur yang dikenal awam—bulat dan transparan. Di pantai selatan, yang muncul itu jenis yang bentuknya panjang, memiliki tentakel, dan bisa menempel di tubuh. Itu yang berbahaya,” kata Noviar.

Penanganan Cepat, Edukasi Lambat

BPBD DIY bekerja sama dengan Satlinmas Rescue Istimewa setempat untuk menyisir pantai setiap pagi.

Mereka mengumpulkan ubur-ubur yang terdampar dan melakukan patroli terhadap aktivitas wisatawan.

“Tim kami sudah dilengkapi dengan alkohol medis. Kalau ada yang tersengat, segera dibersihkan, bagian kulit yang tersengat dikikis, lalu luka diolesi alkohol atau cuka. Ini untuk mencegah racunnya masuk lebih dalam,” ujar Noviar.

Menurutnya, semua korban hingga saat ini dapat ditangani di pos kesehatan, dan tidak ada yang perlu dirujuk ke rumah sakit.

Meski begitu, edukasi terhadap wisatawan masih menjadi tantangan besar.

Banyak orangtua tidak memahami karakteristik ubur-ubur lokal yang beracun.

Sebagian bahkan tidak menyadari bahwa ubur-ubur yang tampak tidak bergerak di pasir masih bisa menyengat.

Selain sengatan ubur-ubur, BPBD juga mengingatkan soal bahaya lain yang tak kalah serius: palung laut.

Beberapa kawasan wisata pantai memiliki zona berbahaya yang telah ditandai larangan berenang. Namun, larangan itu sering diabaikan.

“Banyak wisatawan tetap nekat berenang di zona palung. Ombaknya besar dan arusnya kuat. Kalau sudah terseret, sulit kembali. Kami minta pengelola dan pengunjung lebih disiplin,” tegas Noviar.

Selama musim liburan, BPBD tidak menambah personel pengamanan, namun memperkuat koordinasi lintas sektor.

“Tim tetap. Yang kami harapkan adalah partisipasi dan kesadaran dari wisatawan sendiri. Kami juga pasang papan peringatan dan terus menyampaikan imbauan lewat pengeras suara,” tambahnya.

Noviar menekankan bahwa pantai tetap bisa menjadi destinasi liburan yang aman dan menyenangkan—dengan catatan pengunjung memahami potensi bahaya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved