Pakar UGM Jelaskan Duduk Perkara Polemik Empat Pulau di Aceh dan Sumatera Utara

Konflik Aceh-Sumut berawal dari proses pendataan geografis Indonesia oleh Tim Nasional era presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2008.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Yoseph Hary W
TRIBUNJOGJA/Ardhike Indah
POLEMIK: Pakar Ilmu Geodesi Universitas Gadjah Mada (UGM), I Made Andi Arsana Ph.D menjelaskan tentang duduk perkara polemik empat pulau di Aceh dan Sumatera Utara kepada wartawan di UGM, Selasa (17/6/2025) 

Presiden Prabowo Subianto memutuskan empat pulau itu sah milik Pemprov Aceh.

Hal itu disampaikan dalam konferensi pers Mensesneg Prasetyo Hadi di kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (17/6/2025).

Turut hadir Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad, Mendagri Tito Karnavian, Gubernur Sumut Bobby Nasution, dan Gubernur Aceh Muzakir Manaf atau Mualem.

Tito menjelaskan, pihaknya mencari dokumen tahun 1992 yang sempat diajukan di tahun 2022.

Ia menilai, dokumen itu penting lantaran menjadi kesepakatan dua gubernur, disetujui pemerintah pusat dan diwakili oleh Mendagri kala itu, Rudini.

“Pada April 2025, pulau itu masih berada dalam cakupan Sumatera Utara, karena dokumennya belum ketemu. Sambil kita mencari. Alhamdulillah, saya memerintahkan jajaran Kemendagri sedapat mungkin untuk mencari surat itu,” jelas Tito.

Ia mengungkap, jika ditandatangani oleh tiga pihak, maka ketiganya pasti memiliki arsip dari dokumen tersebut.

Di Sumatera Utara, jelasnya, tidak ditemukan dokumen tersebut, begitu pula Aceh.

“Namun, setelah kita minta bongkar apapun juga dokumen yang berkaitan dengan status empat pulau ini agar dicari. Alhamdulillah, kemarin pada 16 Juni 2025, kita punya pusat arsip Pondok Kelapa, Jakarta Timur, setelah dibongkar, dokumen asli kesepakatan dua gubernur itu tidak ketemu, tapi justru ketemu Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 111 Tahun 1992,” ungkapnya.

Tito menyebut, dokumen itu sangat penting dan kertas dari dokumen tersebut sudah cukup menguning. Pihaknya pun meminta siapa yang menemukan dokumen tersebut wajib membuat Berita Acara dan menjadi saksi.

“Tertanggal 21 November 1992. Dokumen ini, kenapa penting? Karena menunjukkan bahwa, adanya semacam pengakuan, kesepakatan dua gubernur tentang pembagian wilayah itu benar. Jadi, ini legalisasi bahwa kesepakatan itu terjadi,” terang dia.

Dijelaskan Tito, dalam Kepmen itu, ada batas wilayah, di poin ketiga disebut mengacu pada batas wilayah Sumatera Utara dan Aceh, itu mempedomani peta topografi TNI AD tahun 1978.

Setelah dicari, di peta tersebut, terlihat empat pulau itu, tidak masuk wilayah Sumatera Utara, tapi masuk ke wilayah Aceh.

Dengan begitu, pemerintah menyelesaikan permasalahan empat pulau di perbatasan Aceh dan Sumut dengan memasukkan kembali empat pulau ke wilayah Aceh atau Kabupaten Aceh Singkil.

Hal itu berdasarkan kesepakatan bersama antara Pemerintah Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Pemerintah Daerah Istimewa Aceh tahun 1992 dan Kepmendagri No. 111 tahun 1992 tentang Penegasan Batas Wilayah antara Provinsi Daerah Tingkat I Sumatera Utara dan Provinsi Daerah Istimewa Aceh per tanggal 24 November 1992. (Ard)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved