Hijrah ke Konawe Selatan, Lahan Transmigran Korban Erupsi Merapi Malah Diserobot Perusahaan Sawit

25 kepala keluarga atau 98 jiwa yang bertransmigrasi setelah terdampak erupsi Gunung Merapi 2010, tak kunjung mendapat pemenuhan hak

Penulis: Azka Ramadhan | Editor: Muhammad Fatoni
TRIBUN JOGJA/AZKA RAMADHAN
Anggota DPR RI dari DIY, Totok Daryanto, menunjukkan foto pertemuannya dengan warga transmigran di Kabupaten Konawe Selatan, Minggu (15/6/2025). 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Nasib kurang menyenangkan dialami sejumlah warga DI Yogyakarta, khususnya Kabupaten Sleman, yang bertransmigrasi ke Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tengara.

Sebanyak 25 kepala keluarga atau 98 jiwa yang bertransmigrasi setelah terdampak erupsi Gunung Merapi 2010, tak kunjung mendapat pemenuhan hak, hingga menghadapi konflik penyerobotan lahan.

Laporan pun diterima langsung oleh Anggota Komisi XII DPR RI dari DIY, Totok Daryanto, ketika melaksanakan kunjungan kerja ke Kabupaten Konawe Selatan, Sulawesi Tengara, pada 12 Mei 2025 silam.

Dalam kesempatan itu, para transmigran curhat, karena hingga kini belum menerima lahan seluas dua hektare per keluarga, sebagaimana tercantum dalam nota kesepahaman dengan pemerintah.

"Lahan yang tersedia sekarang baru 312 hektare dari total 1.500 hektare. Dari 312 hektare itu, 250 hektare dialokasikan untuk waega transmigran dan 52 hektare untuk warga lokal," katanya, Minggu (15/6/2025).

Tidak berhenti sampai di situ, sejak 2015, warga juga menghadapi konflik tumpang tindih lahan dengan salah satu perusahaan sawit yang diketahui memiliki izin lokasi di atas lahan garapan warga.

Ia mendapat laporan, sekitar 40 hektare lahan warga sudah digusur tanpa proses musyawarah, yang mengakibatkan penyusutan hingga menjadi sekitar 272 hektare.

"Kemudian, penggusuran kembali terjadi di Agustus 2023. Itu dilakukan terang-terangan, tanpa mediasi dan perundingan terlebih dahulu. Konflik ini menyebabkan keresahan kolektif. Apalagi, belum ada penyelesaian hukum maupun administratif dari instansi berwenang," cetusnya.

"Makanya, warga meminta agar suaranya bisa disampaikan kepada Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Bupati Sleman Harda Kiswaya, karena mereka masih memandang diri sebagai bagian dari masyarakat DIY," urai politikus PAN tersebut.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Setda Kabupaten Sleman, Hendra Adi, menjelaskan, program transmigrasi ini terealisasi melalui kerja sama antara kedua daerah.

Selaras dengan kesepakatan, setiap warga transmigran bakal mendapatkan dua lahan usaha (LU), yaitu 1 hektare LU satu dan 2 hektare untuk LU dua.

"Mereka adalah warga korban erupsi Merapi. Ada penyerobotan atas LU. Ada hak yang sudah ditetapkan sebagai lahan garapan transmigran dalam Perjanjian Kerjasama (PKS) antara Pemkab Sleman dan Pemkab Konawe Selatan," cetusnya.

Untuk menindaklanjuti fenomena yang jadi temuan DPR RI, Pemkab Sleman pun bakal menggelar rapat koordinasi dengan semua pihak terkait, termasuk Kementerian Transmigrasi.

Menurutnya, berdasarkan informasi terakhir, pada 17 Juni 2025 mendatang, dijadwalkan Bupati Sleman Harda Kiswaya bakal terbang ke Kabupaten Konawe Selatan untuk pengecekan lokasi.

"Nanti bersama dengan Disnaker (Dinas Tenaga Kerja) DIY, Pemprov Sulawesi Tenggara, dan Pemkab Konawe Selatan, ada rakor bersama di lokasi. Semoga saja, setelah rakor ada titik temu yang melegakan warga," pungkasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved