Praktik Joki UTBK Marak, Dosen UGM: Perlu Kebijakan Radikal untuk Meningkatkan Integritas

Beberapa peserta yang melakukan praktik joki dan tindakan curang ini sudah diserahkan ke pihak Kepolisian untuk diusut.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
dok.istimewa
ILUSTRASI - Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 

Menurutnya, anggapan ini adalah kegagalan sistem evaluasi yang terlalu kaku.

Apalagi ujian nasional atau ujian ujian sejenis yang sifatnya menguji ingatan tanpa critical thinking, misalnya, menjadi momok yang memaksa siswa mencari jalan pintas.

Padahal, di negara lain, seperti Finlandia misalnya, sudah membuktikan: kurikulum fleksibel dan minim ujian standar justru melahirkan generasi kreatif.

Tidak hanya di lingkungan sekolah, imbuhnya, di lingkungan kampus juga marak praktik gratifikasi dan nepotisme.

Untuk mencegah dan mengatasi praktik ini, sebaiknya pemerintah membuat kebijakan yang lebih radikal.

Salah satunya, pihak kampus harus mempublikasikan rincian anggaran secara real-time di platform daring sehingga masyarakat tahu tarif dan biaya di setiap layanan.

Selanjutnya untuk sistem pengadaan barang harus melibatkan auditor independen, bukan sekadar panitia internal yang bisa diatur.

Sedangkan untuk menghilangkan budaya nepotisme di lingkungan kampus, menurutnya sudah saatnya pihak kampus menerapkan prinsip blind selection dalam rekrutmen vendor atau staf secara lebih serius.

Nama perusahaan dan pemiliknya disembunyikan saat penilaian proposal.

“Dengan begitu, koneksi tak lagi jadi senjata utama. Dan yang terpenting, sanksi! Rektor atau kepala sekolah yang terbukti nepotisme harus dicabut jabatannya, bukan hanya diberi teguran,” tuturnya.

Apabila seluruh kebijakan radikal ini dibuat, Dede berharap sekolah dan kampus Indonesia bisa jadi laboratorium integritas.

Ia membayangkan nantinya siswa SD berani menegur temannya mencontek, dosen menolak hadiah dari mahasiswa dengan bangga, dan Rektor menentukan pemenang tender karena kualitas proposal, bukan karena kenalan lama.

“Untuk mencapainya, kita perlu revolusi mindset. Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi pembentuk karakter. Kurikulum harus diperbaiki, kurangi jam hafalan, tambahkan proyek sosial yang melatih empati dan kejujuran. Dan yang utama, jadikan integritas sebagai investasi, bukan beban,” pesannya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved