Suap Tanah Kas Desa

Lurah Trihanggo Sleman Ditahan Atas Dugaan Kasus Suap Tanah Kas Desa

Sang lurah ditahan setelah ditetapkan menjadi tersangka, bersama ASA, yang merupakan penyewa sekaligus pemberi suap. 

|
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
DOK. Europarl.europa.eu
Foto ilustrasi penjara 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Kejaksaan Negeri (Kejari) Sleman menahan lurah Trihanggo berinisial PFY atas dugaan kasus suap penyalahgunaan Tanah Kas Desa (TKD) di wilayah setempat.

Sang lurah ditahan setelah ditetapkan menjadi tersangka, bersama ASA, yang merupakan penyewa sekaligus pemberi suap.

Kasi Pidana Khusus Kejari Sleman, Indra Saragih, mengatakan penyidikan kasus suap TKD ini sudah dimulai sejak November tahun lalu.

Jaksa penyidik menduga Lurah tersebut menerima suap dari pihak swasta, yang hendak memanfatkan TKD tersebut sebagai tempat hiburan malam. 

"Uang yang diserahkan pihak swasta totalnya Rp 316 juta. Modusnya seakan akan uang itu sebagai sewa tanah. Padahal sewa TKD harus ada izin Gubernur. Sewa baru bisa sepanjang ada izin Gubernur. Kalau tidak ada izin, mana bisa ada sewa," kata Indra, Selasa (15/4/2025). 

Lurah Trihanggo diduga menerima suap dari ASA, seorang pengusaha yang hendak menyewa TKD di wilayah Kronggahan 1, seluas lebih kurang 2,5 hektar.

Lahan tersebut rencananya akan digunakan oleh penyewa sebagai tempat hiburan malam.

Rencana pembangunan tempat hiburan malam diatas TKD ini sempat mendapat penolakan dari masyarakat. 

Baca juga: Sempat Hampir Ditunda, 144 CPNS di Sleman Akhirnya Terima SK Pengangkatan

Catatan Tribun Jogja, ratusan warga yang tergabung dalam Forum Kronggahan Bersatu pernah demontrasi ke Pendopo Kabupaten Sleman pada 2 Oktober 2024 menolak beroperasinya tempat hiburan malam di wilayah pemukiman mereka.

Warga resah karena pembangunan sudah dimulai namun ternyata belum mengantongi izin. 

Dalam perkara ini, menurut Indra, lurah yang telah ditetapkan tersangka berdalih uang ratusan juta dari penyewa dianggap sebagai uang sewa karena sewa diatur dalam Peraturan Kalurahan.

Tetapi perhitungan sewa tersebut, dihitung sendiri tanpa melibatkan Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) untuk menghitung sewa tanah tersebut. Dalam perjanjian sewa tanah seharusnya melibatkan jasa penilai publik. 

"Jadi harus ada penilai publik terhadap luas tanah itu. Kalau mau disewa per meter berapa, dikalikan. Itu yang dijadikan dasar untuk perjanjian sewa. Tapi itu tidak dilalui, itu tidak ada," terangnya. 

Atas hal ini, PFY disangka melanggar pasal 5 ayat 2 atau pasal 11 undang-undang nomor 20 tahun 2021 tentang perubahan undang-undang 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Sedangkan ASA, pemberi suap disangka melanggar pasal 5 ayat 1 atau pasal 13.

Ancaman hukumannya penjara paling lama 5 tahun. Kedua tersangka saat ini telah ditahan. 

"PFY ditahan di rutan Jogja. Kalau ari pihak swasta, ASA, ditahan di Lapas Cebongan," kata Indra. (*) 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved