Keracunan Massal Sleman
Kabar Terbaru Keracunan Massal di Tempel dan Mlati Sleman, Dua Tempat Sama-sama Makan Siomay
BERITA Keracunan massal di Tempel dan Mlati Sleman Yogyakarta. Acara Penikahan dan Arisan . Jumlah korban keracunan massal setelah mengonsumsi makanan
Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Iwan Al Khasni
TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN -- Dua kasus diduga keracunan makanan terjadi di Dusun Krasakan, Kalurahan Lumbungrejo, Tempel dan Sanggrahan, Tlogoadi, Mlati, Sleman.
Dari kedua kasus keracunan massal itu ada satu makanan yang diduga kuat menjadi penyebab keracunan sedikitnya 160 warga dari pesta pernikahan dan acara arisan warga.

Korban Bertambah
Jumlah korban keracunan massal setelah mengonsumsi makanan disebuah pesta pernikahan di Dusun Krasakan, Kalurahan Lumbungrejo, Tempel masih bertambah.
Data terakhir, ada lebih kurang 160 warga yang bergejala mual, demam hingga nyeri otot.
Puluhan warga di antaranya harus dirujuk ke rumah sakit karena gejala tak kunjung membaik setelah diberi penanganan medis di Posko.
Pemeriksaan sampel makanan sedang dilakukan untuk melihat kandungan makanan yang dikonsumsi warga.
Kepala Puskesmas Tempel 1, Diana Kusumawati menyampaikan pasien yang diobservasi di posko penanganan dan dirujuk ke rumah sakit, umumnya akibat nyeri otot yang tak kunjung sembuh.
Suhu tubuh juga tidak menurun padahal sudah diberi obat-obatan.
Apalagi ditambah munculnya gejala dehidrasi yang semula ringan menjadi dehidrasi sedang.
Pasien dengan gejala tersebut langsung dirujuk terutama lansia yang berpotensi diperburuk dengan komorbid.
"Kami observasi dan jika dari awal kemungkinan kami tidak bisa menangani, maka langsung dirujuk," kata Diana, Senin (10/2/2025).
Posko penanganan untuk mendata dan merawat korban bergejala akibat keracunan makanan ini telah dibuka sejak Minggu (9/2) kemarin di Padukuhan Krasakan, Kalurahan Lumbungrejo.
Sejauh ini warga yang bergejala tercatat ada 160 orang.
Mereka, yang mayoritas warga setempat namun ada juga dari luar daerah, sebagian bisa rawat jalan di rumah.
Ada juga dirawat di posko dan sebanyak 39 orang harus opname di sejumlah rumah sakit.
Pantauan dilokasi, posko yang didirikan di Klinik Islam H.M Sosromiharjo Tempel ini terus melayani pasien.
Pasien yang datang ada yang dirawat dan diobservasi di posko, kemudian pulang dan ada juga yang dirujuk untuk mendapatkan perawatan lebih intensif di rumah sakit.
Data update hingga Senin sore, pasien yang sedang diobservasi di posko berjumlah 10 orang.
Evaluasi terhadap penanganan kejadian keracunan massal ini terus dilakukan, termasuk operasional posko bakal ditutup apabila pasien terus melandai.
"Kami akan evaluasi lagi, sementara baru 2×24 jam untuk (pendirian) poskonya. Mudah-mudahan jika kasusnya menurun dan teratasi, nanti kami tutup saja," katanya.
Kasus keracunan makanan di Dusun Krasakan, Lumbungrejo Tempel ini ditetapkan menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB).
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, Cahya Purnama menginformasi terkait penetapan status ini.
"Iya, namanya KLB Keracunan makanan. Tapi bukan KLB penyakit yang berpotensi wabah atau KLB akibat bencana alam yang memakan anggaran besar. Berbeda penanganannya," jelas Cahya.
Melalui penetapan KLB ini, maka seluruh biaya perawatan korban akan ditanggung oleh Pemerintah Kabupaten Sleman.
Anggaran tersebut diambil dari Belanja Tak Terduga (BTT) yang mekanisme penggunaannya diatur sesuai Peraturan Bupati (Perbup) nomor 75 tahun 2023 tentang Jaring Pengaman Sosial (JPS) di Bab 2 pasal 3 ayat 1.
Artinya pasien yang bergejala akibat keracunan massal ditanggung pembiayaan melalui regulasi Perbup tersebut.
"Cukup ditangani dengan perbup ini, tidak perlu penetapan Bupati untuk menggunakan dana BTT," katanya.
Kasus di Mlati
Kasus dugaan Keracunan massal, di hari yang sama ternyata bukan saja terjadi di Tempel, terjadi juga di dusun Sanggrahan, Tlogoadi, Mlati.
Puluhan warga mengalami mual, diare, dan nyeri sendi bahkan sebagian ada yang muntah setelah mengonsumsi siomay yang disajikan dalam sebuah pertemuan arisan.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, Dinas Kesehatan Sleman, Yuli Khamidah mengatakan, berdasarkan informasi yang diterima ada 37 orang yang mengonsumsi siomay yang disajikan dalam pertemuan arisan di Tlogoadi, Mlati pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Dalam pertemuan tersebut, menurut dia ada juga snack lain yang disajikan di tempat acara seperti arem, puding, kletikan dan gorengan.
Sedangkan siomay adalah hidangan yang dibawa pulang.
"Yang makan siomay berjumlah 37 orang. Sedangkan yang bergejala 36 orang. Karena yang 1 orang menggoreng siomay sebelum dikonsumsi," katanya.
Gejala yang timbul seperti mual, diare, lemas dan nyeri sendi.
Ada juga, sebagian di antaranya yang pusing kepala, muntah, keram perut hingga sesak nafas.
Akibatnya ada 3 orang yang harus opname di rumah sakit sedangkan 17 orang menjalani pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Belum bisa dipastikan menjadi penyebab keracunan, namun faktanya bahwa Siomay yang dikonsumsi oleh warga dusun Sanggrahan, Mlati ternyata satu dapur produksi dengan siomay, yang menjadi salah satu hidangan di pesta pernikahan di Krasakan, Lumbungrejo Tempel.
Polisi Periksa Saksi
Satuan Reskrim Polresta Sleman bergerak melakukan penyelidikan terhadap kasus dugaan keracunan massal sajian hajatan di Krasakan, Kalurahan Lumbungrejo, Tempel, Kabupaten Sleman.
Sejauh ini, dilaporkan ada delapan orang yang diperiksa sebagai saksi.
"Kami sedang melakukan pemeriksaan saksi-saksi, periksa penyelenggara hajatan dan penyedia makanan. Perkara ini ditangani Satreskrim. Yang diperiksa sudah 8 orang," kata Kapolresta Sleman, Kombes Pol Edy Setyanto Erning Wibowo, Senin (10/2/2025).
Dilaporkan ada 151 orang yang bergejala setelah menyantap sajian hajatan di Lumbungrejo tersebut.
Dari jumlah tersebut, 27 di antaranya harus menjalani rawat inap atau opname di Rumah Sakit.
Adapun kronologi awal dugaan keracunan massal ini bermula dari hajatan pernikahan yang digelar pada Sabtu, 8 Februari 2025.
Akad nikah dilangsungkan Sabtu pagi dan siangnya dilanjutkan resepsi.
Saat itu, pada hari resepsi ada sebagian makanan yang dibagi-bagikan kepada tetangga, masyarakat setempat.
Setelah menyantap makanan, Sabtu malam sebagian warga mulai bergejala tetapi masih ringan.
Warga mulai mendatangi RSUD Sleman pada Minggu pagi.
Analisa Sementara

Dinas Kesehatan (Dinkes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini melakukan investigasi epidemiologi untuk mengidentifikasi penyebab utama insiden yang menyebabkan ratusan warga mengalami gejala keracunan.
Kepala Dinkes DIY, Pembajun Setyaningastutie, mengungkapkan bahwa evaluasi menyeluruh sedang berlangsung untuk memastikan faktor-faktor yang menjadi penyebab dalam kasus ini.
“Upaya dari kami pertama dilakukan evaluasi atau pemeriksaan epidemiologi. Kami ingin mengetahui penyebab pasti mengapa terjadi keracunan makanan. Apakah masalahnya ada pada sanitasi yang buruk atau memang makanan dibuat tanpa memenuhi standar yang ada,” ujarnya, Senin (10/2/2025).
Kasus keracunan massal di Sleman terjadi di dua wilayah. Pertama terjadi di Padukuhan Krasakan, Tempel, Sleman dalam acara pernikahan pada Sabtu (08/02/2024).
Mayoritas korban mengalami keluhan diare dan demam. Beberapa diantaranya harus menjalani rawat inap di rumah sakit.
Kasus kedua terjadi di Dusun Sanggrahan, Kalurahan Tlogoadi, Mlati, ketika puluhan warga mengalami mual, diare, dan nyeri sendi bahkan sebagian ada yang muntah setelah mengonsumsi siomay yang disajikan dalam sebuah pertemuan arisan, Sabtu (8/2/2025).
Berdasarkan analisis awal yang dilakukan Dinkes DIY, makanan yang dikonsumsi korban memiliki jeda waktu sekitar enam jam dari proses memasak hingga penyajian.
Hal ini membuka kemungkinan adanya kelalaian dalam menjaga kebersihan selama proses pengolahan dan distribusi makanan.
“Bisa jadi makanan dimasak terlalu pagi, atau sanitasi saat pengolahan kurang terkontrol. Apakah katering yang menyajikan makanan ini memiliki sertifikat layak sanitasi? Apakah penjamah makanan menjaga kebersihan saat mengolahnya?” tambah Pembajun.
Dinkes DIY menegaskan pentingnya sertifikasi higienitas dan sanitasi bagi penyedia jasa katering.
Sertifikat ini memastikan bahwa katering memahami dan menerapkan standar keamanan pangan, termasuk pengaturan waktu memasak dan penyajian yang tepat.
“Jika katering sudah memiliki sertifikasi, mereka akan memahami standar keamanan pangan, termasuk kapan harus memasak dan menyajikan makanan agar tetap dalam kondisi baik,” jelasnya.
Selain mengevaluasi kualitas makanan, Dinkes DIY juga memeriksa aspek lain seperti kondisi ruang pengolahan makanan, pencahayaan, kebersihan lingkungan, serta alat dan sarana transportasi yang digunakan untuk mengangkut makanan.
“Sarana transportasi juga penting. Makanan harus diangkut menggunakan kendaraan yang tertutup dan higienis. Selain itu, bahan mentah dan makanan jadi harus dipisahkan, bahkan harus keluar dari pintu yang berbeda untuk menghindari kontaminasi,” imbuh Pembajun.
Hingga Senin (10/2/2025) pukul 13.13 WIB, tercatat sebanyak 160 orang menjadi korban keracunan.
Dari jumlah tersebut, 39 pasien masih menjalani perawatan inap, 14 orang dalam observasi, dan 107 lainnya telah mendapatkan perawatan jalan.
Sebagian besar korban dirawat di berbagai fasilitas kesehatan di DIY dan Magelang.
Sebagai langkah pencegahan, Dinkes DIY menekankan pentingnya penggunaan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan bagi para penjamah makanan, serta pemeriksaan kesehatan rutin untuk mencegah penularan penyakit menular dari penjamah makanan kepada konsumen. (Tribunjogja.com/RIF)
UPDATE KASUS Keracunan Makanan Hajatan Pernikahan di Tempel Sleman |
![]() |
---|
Polisi Tingkatkan Kasus Keracunan Hidangan Hajatan di Sleman Jadi Penyidikan |
![]() |
---|
Terungkap, Ini 3 Bakteri yang Sebabkan Keracunan di Pesta Pernikahan di Sleman, Ada E. Coli |
![]() |
---|
Korban Keracunan Massal Hidangan Hajatan di Tempel Capai 170 Orang, Polisi Tunggu Hasil Uji Makanan |
![]() |
---|
Ratusan Orang Jadi Korban Keracunan di Sleman, Polisi Periksa 8 Saksi, Termasuk Penyaji Siomay |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.