Alumni UGM Yogyakarta Lakukan Perjalanan ke Benua Terdingin di Kutub Selatan Bumi
ekspedisi ke Antartika mengantarkan Gerry menjadi orang Indonesia dan ASEAN pertama yang mengikuti program RAE yang sudah berjalan sebanyak 69 kali.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Iwan Al Khasni
Nugroho menjelaskan setiap harinya tim geologi menjalankan rutinitas mengumpulkan sampel batuan metamorf di setiap lokasi penelitian.
Ada 8 titik survei geologi yang mereka jelajahi, yaitu Akebono, Akarui, Tenmodai, Skallevikhalsen, Rundvageshtta, Langdove, West Ogul, Mt. Riiser Larsen.
“Kami berusaha menyingkap batuan metamorf, batuan tertua di bumi berusia 3,8 miliar tahun yang ada di Antartika.
“Kami mencoba merekonstruksi ulang dan mendetailkan data-data yang sudah ada sebelumnya tentang batuan-batuan metamorf yang ada di Antartika, mulai dari komposisi, usia, lalu rekonstruksi proses pembentukan batuan-batuan tersebut,” ujarnya.
Selama ekspedisi Nugroho hanya menjumpai dua jenis batuan di lokasi penelitian. Batuan yang banyak ditemukan adalah batuan metamorf dan granitodis maupun perpaduan keduanya yaitu migmatit.
Batuan dengan struktur sarang lebah atau yang dikenal dengan honeycomb structure banyak ditemukan pada batuan.
Struktur ini terbentuk akibat gerusan angin dengan iklim kering di permukaan batuan.
Nugroho memaparkan bahwa jenis batuan yang dia temukan ini mirip dengan batuan di Sri Lanka. Menurut Nugroho, hal ini sebab dulunya Antartika dan Sri Lanka merupakan satu daratan yang sama.
Keikutsertaan Gerry dan Nugroho sebagai alumni UGM ini menjelajah Antartika, mencatatkan nama mereka dalam sejarah bahwa hanya ada empat orang Indonesia yang telah sampai ke Antartika.
Hal ini ini menjadi sebuah prestasi tersendiri sebab cita-cita UGM untuk mendunia.
Keduanya menyampaikan harapan agar hal ini tidak berhenti pada mereka saja.
“Semoga kawan-kawan UGM yang lain bisa melanjutkan ke Antartika,” harap Gerry.
Ia terus berharap agar pemerintah Indonesia dapat peduli dengan Antartika yang berada di samudera yang sama dengan Indonesia.
Ia menyebutkan bahwa semua pihak perlu sadar bahwa saat Antartika bermasalah, dunia, termasuk Indonesia akan secara tidak langsung terkena dampaknya.
Dengan demikian, Indonesia dapat menyiapkan lembaga riset Antartika untuk secara langsung hadir dan mengkaji Antartika.
Selaras dengan Gerry, Nugroho menyebut bahwa UGM dan Indonesia untuk bergegas menyikapi isu-isu strategis seperti geopolitik dan perubahan iklim yang erat kaitannya dengan eksistensi Antartika saat ini.
“Antartika seperti mesin waktu yang menyimpan sejarah bumi di masa lalu dan dapat menjadi informasi untuk menyikapi kemungkinan-kemungkinan di masa depan sehingga perlu bagi kita untuk menyiapkannya,” pungkas Nugroho. (Ard)
Dana Bantuan Parpol di Sleman Diusulkan Naik Hingga 140 Persen, Ini Tanggapan Akademisi UGM |
![]() |
---|
Status Mahasiswa Magister UGM Kampus Jakarta Jadi Aktor Intelektual Pembunuhan Kacab Bank |
![]() |
---|
UGM Nonaktifkan Mahasiswa Pelaku Penculikan dan Pembunuhan Kacab Bank BUMN |
![]() |
---|
Probiotik Lokal Masih Terlupakan, Prof Trisye UGM: Kesehatan Usus Tak Boleh Diabaikan |
![]() |
---|
98,8 Persen Siswa SMAN 3 Yogyakarta Tembus Perguruan Tinggi Impian, Mayoritas ke UGM |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.