Ada Lonjakan Kasus PMK, Pakar UGM Desak Vaksinasi Menyeluruh 

Produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.

Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
Dok. Istimewa
Kementan melalui BBVet Wates dan DPKP DIY juga DPKH Gunungkidul dan APPSI gelar vaksinasi massal untuk ternak di Dusun Siraman 2, Desa Siraman, Wonosari, Selasa (31/12/2024) untuk mencegah penyebaran wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) 

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) mengalami lonjakan kasus sejak awal Desember 2024 lalu.

Jenis wabah yang menyerang hewan berkuku belah di antaranya sapi, babi, kerbau, hingga domba ini mengalami lonjakan kasus yang mana total kasus PMK yang telah dilaporkan mencapai 8.483 kasus dengan jumlah kematian 223 kasus, dan pemotongan paksa sebanyak 73 kasus. 

Data tersebut tersebar di 9 provinsi, termasuk Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

Pakar sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM, Prof Dr Aris Haryanto, mengatakan kemungkinan lonjakan kasus PMK dikarenakan proses vaksinasi yang belum menyeluruh dan dilakukan secara berkala. 

“Kasus PMK kali ini merupakan gelombang kedua, sebelumnya sudah pernah (vaksinasi) dan peternak sekarang sudah terinformasi. Namun karena kasusnya mereda, jumlah vaksinasinya juga menurun,” tuturnya, Selasa (7/1/2025).

Penyakit PMK atau bernama lain apthae epizootica (AE), aphthous fever, dan foot and mouth disease (FMD) ini disebabkan oleh virus RNA, genus Apthovirus yang termasuk dalam keluarga Picornaviridae. 

Meskipun virus ini memiliki berbagai serotipe, yakni O, A, C, Southern African Territories (SAT - 1, SAT - 2 dan SAT - 3) dan Asia - 1, kasus di Indonesia diyakini bertipe O. 

Dijelaskan Prof. Aris, penyebarannya sangat cepat dan menular pada hewan ternak, baik secara langsung, tidak langsung, maupun melalui udara.

Penyebaran lewat udara inilah yang membedakan virus ini dengan jenis virus lainnya. 

“Virus ini bisa menyebar secara langsung melalui udara. Jika hewan itu ditempatkan berdampingan, kemungkinan tertularnya besar. Bahkan ada kasus di mana penularannya bisa sampai 200 km jaraknya,” terang Prof. Aris. 

Baca juga: Kasus PMK di Bantul Bertambah, Tercatat Ada 28 Sapi Mati

Soal penyebab penyakit PMK dengan cepat merebak dalam beberapa tahun terakhir menurut Aris berawal dari kasus pertama di Indonesia ditemukan di Jawa Timur dan Nangroe Aceh Darussalam (NAD), dan gelombang kedua wabah PMK kali ini juga muncul di kedua daerah tersebut.

Meski pengembangan vaksin PMK terus digalakkan oleh pemerintah dengan mengembangkan jenis vaksin sesuai dengan tipe virus yang muncul dalam kasus nasional. 

Sayangnya, produksi vaksin dalam negeri masih belum mencukupi kebutuhan vaksinasi untuk hewan-hewan ruminansia ternak yang rentan terkena PMK.

“Vaksinasi itu harus dilakukan dua kali minimal. Jarak antara vaksin pertama dan kedua itu sebulan. Tapi setelah itu tetap harus divaksin setiap enam bulan sekali,” jelas Prof. Aris. 

Soal mitigasi PMK, Aris menilai perlu dilakukan secara bertahap sesuai gejala yang muncul. Pada tahap pertama, hewan yang terkena PMK akan mengalami demam tinggi. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved