Pemkab Sleman Adakan Geber Penak, Upaya Cegah Perilaku Menyimpang pada Remaja

Kegiatan yang diikuti ratusan pelajar ini sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang pada remaja. 

Penulis: Ahmad Syarifudin | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Pemkab Sleman
Kegiatan Gerakan Bersama Perlindungan Anak (Geber Penak) yang diinisiasi Pemerintah Kabupaten Sleman di Museum Candi Prambanan, Prambanan, Sleman, Kamis (19/12/2024). 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk, dan Keluarga Berencana (Dinas P3AP2KB) Kabupaten Sleman mengadakan Gerakan Bersama Perlindungan Anak (Geber Penak) di Museum Candi Prambanan, Prambanan, Sleman, Kamis (19/12/2024).

Kegiatan yang diikuti ratusan pelajar ini sebagai upaya untuk mencegah terjadinya perilaku menyimpang pada remaja. 

"Upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Sleman seperti Geber Penak ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya gangguan, baik fisik dan mental yang menyasar anak-anak dan remaja di wilayah Sleman," kata Sekda Sleman, Susmiarto. 

Kegiatan tersebut diikuti 270 peserta dari unsur pelajar SMP maupun SMA di Kapanewon Prambanan, Kalasan, Berbah dan forum anak.

Kegiatan dikemas dengan talkshow bertajuk perilaku menyimpang bagi remaja dengan fokus penyebab terkait masalah kesehatan mental. 

Menurut Susmiarto, melalui kegiatan tersebut, harapannya tidak ada lagi kasus perilaku menyimpang yang dilakukan remaja sehingga Sleman menjadi wilayah yang ramah anak.

Di samping itu, Pemerintah Kabupaten Sleman juga terus menggalakkan sejumlah program untuk mewujudkan Kabupaten Sleman yang sehat lahir batin, maju, unggul, dan berprestasi.

"Berbagai program sudah dilaksanakan seperti pencegahan stunting, bina keluarga balita, bina keluarga remaja, hingga bina keluarga lansia dengan tujuannya adalah menjadikan Sleman rumah bersama," katanya.

Data temuan DP3AP2KB Kabupaten Sleman dari 50 sampel peserta didik di 6 sekolah setingkat SMP dan SMA yang tersebar di Kapanewon Berbah, Mlati, Moyudan, Tempel, dan Moyudan, ditemukan bermacam kenakalan remaja yang berhasil diidentifikasi dan ditindaklanjuti.

Jenis kenakalan remaja antara lain merokok, minum minuman beralkohol, kekerasan di jalan, balap liar, vandalisme, perundungan, sampai pornografi dan judi online.

Temuan tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan langkah kuratif dan rehabilitatif melalui pendampingan guru BK, pendampingan psikolog dari puskesmas, sampai membawa siswa ke Balai Perlindungan dan Rehabilitasi Sosial Remaja.

Melalui data sampel tersebut juga dapat disimpulkan bahwa salah satu penyebab kenakalan remaja adalah tidak adanya komunikasi yang berkualitas antara orangtua dengan anaknya. 

Kepala Dinas P3AP2KB Sleman, Wildan Solichin, mengatakan bahwa perilaku menyimpang pada remaja memerlukan perhatian dari semua pihak baik dari pihak sekolah maupun orang tua.

"Perlu ada bimbingan dan pendekatan terhadap orang tua terkait perlunya membangun parenting yang efektif dan berkualitas," ujar dia.

Sementara itu, Ketua Tim Kerja Ketahanan Keluarga dan Pencegahan Stunting, BKKBN DIY, Mustikaningtyas mengungkapkan remaja sering berada dalam emosi yang tidak stabil. Hal ini karena remaja berada dalam masa transisi dari anak-anak menuju dewasa.

Sebab itu, remaja sering mengalami tekanan mental seperti tekanan sosial, akademik, dan emosional.

"Hal ini jika tidak ditangani dengan baik akan menjadi faktor remaja untuk melakukan kegiatan menyimpang," katanya. 

Kesehatan mental yang diderita remaja didominasi oleh faktor cemas dan depresi.

Cemas dan depresi akan berbeda penampakannya ketika dialami oleh remaja dibandingkan dengan orangtua.

Menurut Tyas, remaja yang mengalami cemas dan depresi akan menampakkan perilaku tidak nyaman atau sensitif.

Perilaku ini bisa terjadi karena didominasi hormon remaja tersebut.

Kondisi ini perlu mendapat perlakuan khusus seperti membangun mental remaja yang tangguh. 

"Contohnya ketika dimarahi orangtua, remaja cenderung berani menjawab. Untuk kondisi seperti ini sebaiknya remaja dianjurkan untuk menenangkan diri terlebih dahulu kemudian memberikan respon yang lebih baik lagi," terangnya. 

Lebih lanjut, Tyas menyarankan remaja harus mempunyai keterampilan fisik.

Organisasi kesehatan dunia atau WHO, menurut dia, telah merekomendasikan minimal 3 hari dalam seminggu dengan durasi 1 jam harus melakukan aktivitas fisik untuk menaikkan denyut jantung.

Hindari atau kurangi perilaku malas gerak dan mulai melakukan olahraga untuk memacu denyut jantung.

Ia juga merekomendasikan remaja untuk menguasai keterampilan bersosialisasi dan aktif mengikuti kegiatan keagamaan sesuai agama yang dianut.

"Dengan begitu diharapkan remaja mempunyai mental yang tangguh untuk mencegah perilaku yang menyimpang," ujar dia. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved