Kasus Jual Beli Bayi di Jogja
Kasus TPPO 2 Bidan, September Jual Bayi Laki-laki ke Bandung, Desember Jual Bayi Perempuan di Yogya
Dua perempuan berinisial JE (44) dan DM (77) ditetapkan menjadi tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang oleh penyidik Ditreskrimum Polda DIY.
Penulis: Miftahul Huda | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Dua perempuan berinisial JE (44) dan DM (77) ditetapkan menjadi tersangka kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) oleh penyidik Ditreskrimum Polda DIY.
Bidan dan pegawai salah satu klinik di wilayah Tegalrejo, Kota Yogyakarta itu sebelumnya ditangkap polisi atas kasus penjualan bayi.
Dalam pemeriksaan, terungkap praktik penjualan bayi yang dilakukan oleh keduanya sudah berlangsung belasan tahun.
Kedua tersangka itu menjalankan bisnis haram sejak 2010 silam, atau sudah 14 tahun.
Total ada 66 bayi yang sudah dijual keduanya ke penjuru kota yang ada di Indonesia.
Setiap bayi yang diperdagangkan, kedua tersangka mematok tarif antara Rp 55 juta hingga 85 juta tergantung jenis kelaminnya.
Dari total 66 bayi yang sudah diperdagangkan, dua di antaranya ditransaksikan pelaku pada tahun 2024 ini.
Tepatnya pada September dan Desember ini.
Pada September lalu, kedua pelaku menjual bayi laki-laki kepada warga di Bandung, Jawa Barat.
Lalu yang terakhir, keduanya menjual bayi perempuan kepada warga di wilayah Yogyakarta.
Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda DIY, Kombespol FX Endriadi mengatakan terungkapnya kasus perdagangan orang yang dilakukan oleh kedua tersangka bermula dari laporan soal dugaan TPPO di salah satu klinik di Kota Yogyakarta.
Polisi kemudian menindaklanjuti informasi itu hingga akhirnya menemukan bukti kuat soal tindak pidana yang dilakukan oleh keduanya.
Baca juga: Bidan dan Pegawai Klinik di Yogya yang Jual 66 Bayi Ternyata Residivis, Pernah Dihukum 10 Bulan
Setelah menemukan bukti kuat, polisi kemudian langsung mengamankan kedua tersangka.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, ditemukan data jumlah bayi yang sudah dijual oleh keduanya.
"Didapat informasi bahwa para tersangka ini telah melakukan penjualan ataupun berkegiatan sejak tahun 2010," katanya.
"Berdasarkan hasil sementara pemeriksaan dari penyidik kami, diketahui dari kegiatan kedua tersangka tersebut, telah mendapatkan data sebanyak 66 bayi," ujarnya.
Endriadi menyebut, bayi yang sudah diperdagangkan oleh keduanya terdiri dari 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan.
Sementara dua bayi lainnya tanpa keterangan jenis kelamin.
Endri mengungkapkan harga bayi bervariatif tergantung jenis kelamin.
"Data terakhir yang disepakati untuk bayi perempuan Rp55 juta dan bayi laki-laki Rp60 sampai Rp65 juta," katanya.
"Kami masih melakukan proses pemeriksaan pendalaman terhadap perkara ini," ujarnya.
Atas kasus ini, para tersangka disangkakan Pasal 83 tentang Perlindungan Anak serta Pasal 76F Perlindungan Anak. Dengan hukuman paling lama 15 tahun dan denda maksimal Rp300 juta.
Modus Kejahatan
Para tersangka berpura-pura ingin mengadopsi bayi dari salah satu pasangan yang tidak menginginkan bayi.
Proses adopsi itu pun tidak sah secara prosedural serta tanpa dilengkapi dokumen administrasi sesuai peraturan.
Mereka yang merelakan bayinya diambil para tersangka mayoritas merupakan pasangan diluar nikah.
Seusai mendapat bayi yang diinginkan, para tersangka lantas menjual bayi yang sudah diadopsi tersebut ke sejumlah orang dari berbagai daerah.
"TKP di daerah Tegalrejo, di sebuah tempat praktik dokter," terang Endriadi.
Kabid Humas Polda DIY Kombes Nugroho Arianto, dalam keterangannya menambahkan tersangka DM adalah pemilik dari rumah bersalin tersebut.
Sementara JE merupakan pekerja atau pegawai dari rumah bersalin yang dikelola oleh tersangka DM.
Para tersangka meminta sejumlah uang kepada pasangan yang akan mengadopsi bayi dengan alasan sebagai biaya persalinan.
"Modusnya untuk biaya persalinan untuk bayi perempuan kisaran Rp55 juta hingga Rp 65 juta dan bayi laki-laki Rp 65 juta hingga Rp 85 juta," ungkapnya.
Berdasarkan dokumen serah terima di rumah bersalin tersebut diketahui bayi itu dijual kepada pihak di berbagai daerah.
"Dalam dan luar Kota Yogyakarta termasuk ke berbagai daerah seperti Papua, NTT, Bali, Surabaya dan lain-lain," terang Nugroho.
Tak Punya Izin Praktik
Pemkot Yogya menegaskan dua bidan yang menjadi tersangka dalam kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Tegalrejo tidak mengantongi izin praktik.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogya, Emma Rahmi Aryani, mengungkapkan, bahwa keduanya dipastikan tidak mengantongi izin untuk menjalankan praktik kebidanan.
"Bidan inisial DM dan JE saat ini tidak memiliki SIP (Surat Izin Praktik) sebagai bidan, sehingga tidak memiliki kewenangan untuk praktik kebidanan," tandasnya, Jumat (13/12/24).
Kadinkes menyampaikan, dalam SIP yang diterbitkan, terdapat klausa terkait kewajiban mentaati peraturan perundang-undangan yang berlaku dan standar profesi.
"Adapun pelanggaran perundang-undangan, penyelidikan dan penyidikan (terkait kasus TPPO), menjadi kewenangan aparat penegak hukum," pungkasnya. (hda/aka)
Bagaimana Praktik Jual Beli Bayi di Yogyakarta Bisa Berjalan? Begini Alurnya |
![]() |
---|
FAKTA-FAKTA Kasus Jual Beli Bayi di Klinik Tegalrejo Jogja Sejak 2010, Tersangka Pernah Dipenjara |
![]() |
---|
Dua Bidan di Balik Sindikat Perdagangan 66 Bayi di Jogja, Bidik Pasangan Hamil Di Luar Nikah |
![]() |
---|
Praktik Jual Beli Bayi di Yogyakarta, Transaksi Mulai Rp55-Rp85 Juta per Bayi |
![]() |
---|
Bidan dan Pegawai Klinik di Yogya yang Jual 66 Bayi Ternyata Residivis, Pernah Dihukum 10 Bulan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.