Pilkada Bantul 2024

Dugaan Pelanggaran Netralitas, Oknum Pamong Desa di Bantul Dilaporkan ke Bawaslu

Para pamong desa yang dilaporkan ini diduga terang-terangan mendukung pasangan calon (paslon) tertentu

Penulis: Hanif Suryo | Editor: Muhammad Fatoni
Dok. Istimewa
Sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Bantul melaporkan beberapa oknum pamong desa di Kecamatan Dlingo ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bantul. 

TRIBUNJOGJA.COM, BANTUL - Dugaan pelanggaran netralitas dalam Pilkada 2024 kembali mencuat.

Sejumlah warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Bantul melaporkan beberapa oknum pamong desa di Kecamatan Dlingo ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Bantul. 

Para pamong desa ini diduga terang-terangan mendukung pasangan calon (paslon) tertentu, melanggar aturan yang mewajibkan mereka untuk bersikap netral. 

Juru bicara Aliansi, Endik, mengungkapkan laporan tersebut disertai bukti berupa foto yang memperlihatkan beberapa perangkat desa berfoto bersama salah satu paslon, lengkap dengan gestur tangan yang mengindikasikan dukungan. 

"Kami berharap Bawaslu segera menindaklanjuti laporan ini untuk mencegah potensi kegaduhan," ujar Endik, Rabu (20/11/2024).

Ketua Bawaslu Bantul, Didik Joko Nugroho, memastikan bahwa laporan tersebut sudah diterima dan akan diproses sesuai mekanisme. 

"Saat ini kami sedang mengkaji laporan untuk memastikan apakah syarat formil dan materiil terpenuhi. Jika memenuhi, kami akan membawa laporan ini ke pleno untuk ditindaklanjuti," jelas Didik. 

Baca juga: Aliansi Masyarakat Peduli Bantul Laporkan Dukuh ke Bawaslu Bantul

Ia menambahkan, proses awal akan memakan waktu tiga hari untuk memastikan kelengkapan bukti sebelum tahap klarifikasi dilakukan. 

"Kami akan memanggil pelapor, terlapor, dan saksi untuk memastikan fakta di lapangan. Bawaslu berkomitmen menjaga integritas dan transparansi dalam penanganan kasus ini," tegasnya. 

Praktisi hukum Musthafa, SH, menyebut tindakan para pamong desa ini berpotensi melanggar sejumlah undang-undang terkait netralitas pejabat publik.

Ia menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 71 Ayat (1) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, pejabat desa dilarang mengambil tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon selama masa kampanye. 

"Jika terbukti melanggar, mereka dapat dijerat Pasal 188 dengan ancaman pidana hingga enam bulan dan/atau denda maksimal Rp6 juta," paparnya. 

Musthafa juga menyoroti pelanggaran terhadap UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya Pasal 29, yang melarang perangkat desa melakukan tindakan diskriminatif atau menyalahgunakan wewenang. 

"Dukungan kepada paslon tertentu jelas bertentangan dengan asas netralitas yang harus dijunjung oleh pamong desa," tambahnya.

Tak hanya itu, pelanggaran juga berpotensi dikenai Pasal 280 Ayat (2) UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang melarang keterlibatan aparat desa dalam kegiatan kampanye. 

"Pelanggaran ini bisa berujung pada sanksi administratif hingga diskualifikasi bagi paslon yang diuntungkan," jelasnya. (*)

Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved