Liputan Khusus

Kesejahteraan Guru Honorer yang Memprihatinkan

Nia misalnya, seorang guru honorer di sekolah negeri di Sleman yang mendapat honor bulanan kisaran Rp1,2 juta

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
Kompas.id
Ilustrasi 

Ketua Forum Honorer Kesehatan dan Non Kesehatan Bantul, M. Bregas, mengatakan, sejauh ini ada banyak pegawai honorer yang mengabdi selama puluhan tahun, namun belum diangkat menjadi ASN. Termasuk Bregas, yang sudah mengabdi sebagai pegawai honorer kesehatan sejak 15 tahun terakhir.

"Amanah di Undang-undang ASN tahun 2023, seharusnya selesai pada Desember 2024 (tidak ada lagi non ASN pada 2024). Tapi, Pemkab Bantul hanya mengusulkan sedikit formasi PPPK, karena memang keterbatasan anggaran. Maka, kami berjuang pada 2025, karena ASN harga mati," katanya, Selasa (5/11).

Dikatakannya, pada 2024 ini, ada 1.911 pegawai honorer di Bumi Projotamansari. Sedangkan, pada 2024 ini, Pemkab Bantul hanya membuka 698 formasi PPPK. Artinya, masih ada 1.213 pegawai honorer yang harus berjuang untuk mendapatkan kehidupan yang layak.

"1.911 pegawai honorer itu bidangnya ada di kesehatan dan non kesehatan. Termasuk guru. Jumlah itu campur, maksudnya, ada yang sudah masuk database BKN dan ada yang belum. Sekitar 500 teman-teman kami ada yang belum masuk database BKN," ujar Bregas.

Selain itu, gaji yang masih di bawah upah minimum kabupaten (UMK) Bantul. Pasalnya, selama ini, soal gaji masih ada yang dipotong untuk digabungkan ke jasa dan sebagainya. Dengan begitu, kesejahteraan gaji para pekerja honorer dinilai kurang optimal.

"Padahal, gaji itu kan komponen yang tidak bisa dipotong dan digabungkan dengan jasa atau lainnya. Jadi pedoman mereka (pegawai honorer) take home pay. Maka kami harap, gaji (pegawai honorer) setara UMK atau mungkin dapat tunjangan apa," jelas dia.

Pihaknya sudah melakukan audiensi rapat dengar pendapat bersama Komisi II DPR RI dan pihak  Kementerian Keuangan. Audiensi dilakukan untuk membahas soal perjuangan nasib pegawai honorer

"Hasilnya, sebenarnya permasalahan yang ada ini sudah ada solusinya yakni tergantung pemerintah daerah itu mau atau tidak bersurat ke Kementerian Keuangan untuk mengajukan penambahan anggaran," tutupnya.

Tak punya kewenangan

Sementara itu, Kepala Badan kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kabupaten Bantul, Isa Budi Hartomo mengatakan, pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk menjawab harapan Forum Komunikasi Honorer Kabupaten Bantul.

"Kami kan tidak punya kewenangan. Semua kewenangan dari pusat. Kami tinggal melaksanakan. Kemudian persoalan berapa jumlah yang kami usulkan ya tergantung formasi kami," ucap dia.

Isa menyampaikan bahwa pemberian insentif gaji tergantung dengan kemampuan anggaran yang ada. Sebab, pemerintah memiliki aturan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 yang menginstruksikan bahwa anggaran belanja pegawai pada 2027 maksimal sejumlah 30 persen.

"Nah, kan kami harus menyeimbangkan antara kebutuhan pegawai dengan belanja pegawai. Kalau tidak seimbang bisa bengkak dan kami kena penalti. Sekarang anggaran belanja kami kan masih 34 persen, artinya untuk memenuhi target itu kami harus menurunkan empat persen," tandasnya. (nei/rif)

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved