Liputan Khusus

Kesejahteraan Guru Honorer yang Memprihatinkan

Nia misalnya, seorang guru honorer di sekolah negeri di Sleman yang mendapat honor bulanan kisaran Rp1,2 juta

Penulis: Tribun Jogja | Editor: Ikrob Didik Irawan
Kompas.id
Ilustrasi 

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Nasib tenaga guru honorer di Kabupaten Sleman cukup memprihatinkan. Mereka direkrut dan dibutuhkan sekolah untuk mengatasi problem kekurangan guru dengan gaji rendah. Padahal, pekerjaan yang diemban tidak mudah. 

Rencana Presiden RI Prabowo Subianto memberikan tambahan gaji bagi guru hingga Rp2 juta menjadi angin segar bagi para guru, utamanya guru honorer. Nia misalnya, seorang guru honorer di sekolah negeri di Sleman yang mendapat honor bulanan kisaran Rp1,2 juta. 

Jumlah tersebut, hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dirinya sendiri. "Untuk layak dan tidak layak sebenarnya tergantung kebutuhan. Tapi, menurut saya itu masih pas-pasan. Habis untuk keseharian saja dan untuk diri sendiri,” kata Nia, Selasa (5/11/2024).

“Gaji itu belum bisa untuk menabung, belum bisa membayangkan kalau sudah ada keluarga. Harus memutar otak lagi," lanjutnya. 

Nia diketahui sudah mengabdi dengan menekuni profesi sebagai guru honorer selama empat tahun, tepatnya sejak Januari 2021. Gaji yang diterima, dihitung berdasarkan jam pelajaran yakni 18 jam per minggu. 

Baca juga: Kisah Guru Honorer Mengabdi Hanya Dengan Gaji Rp700 Ribu

Ia tidak memiliki kuasa untuk menambah jam mengajar lebih banyak. Ini karena kebijakan tersebut ditentukan pihak sekolah dan biasanya jam mengajar diutamakan untuk memenuhi target dari guru berstatus Pegawai Negeri Sipil untuk kebutuhan sertifikasi. 

Dibanding Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Sleman 2024 sebesar Rp2,3 juta, maka honor bulanan yang diterima Nia masih jauh dari kata layak. Ia berharap, kesejahteraan bisa dirasakan merata semua guru dengan kebijakan yang memihak kepada guru honorer

"Harapan saya adalah semoga untuk ke depannya ada kebijakan tertentu untuk honorer, diberi rambu rambu yang jelas dari pemerintah terkait. Di lapangan, ternyata banyak sekolah yang memang kekurangan guru, sehingga merekrut honorer," ujar dia. 

Progres baik 

Guru honorer berbeda dengan tenaga bantu (Naban) guru. Di DIY, nasib tenaga bantu guru yang dikelola Pemerintah Provinsi relatif lebih sejahtera. Nur Rois, Tenaga Bantu Guru Pemda DIY mengungkapkan, progres kesejahteraan guru yang dikelola Pemda DIY cukup baik. 

Artinya, proses pengangkatan menjadi P3K telah terprogram dan terencana dengan baik. Ia sendiri mengawal perjuangan dari yang semula ada sekitar 2.300 guru yang belum diangkat di tahun 2018/2019. Sekarang, tinggal menyisakan sekitar 130an guru. 

"Setiap tahun ada pengangkatan secara bertahap. Beruntung, di DIY ada faktor yang membantu, yakni minimnya kepentingan politik. Semua bisa diakomodir dan sepertinya bisa dituntas (diangkat semua) untuk tahun ini," ujar Rois. 

Pemda DIY memiliki program yang terencana untuk kesejahteraan guru meskipun tidak bisa menjangkau hingga guru-guru swasta. Hal ini, terbatasi peraturan perundang-undangan bahwa yang bisa dikelola hanya guru di sekolah berbasis negeri. 

Menurut Rois, tenaga bantu guru di DIY dibawah naungan BKD DIY maupun Dikpora DIY mendapatkan advokasi kesejahteraan dengan honor atau insentif yang dinilai cukup untuk kebutuhan hidup di Yogyakarta.

"Walupun pas ya. Artinya pas standar dengan UMR, pas dengan kebutuhan di DIY saya kira masih anggap layak," ujar Ketua Asosiasi Guru Honorer Sekolah Negeri Khusus Mapel Bahasa Daerah seluruh Indonesia itu. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved