Pilpres 2024

Pakar HTN Sebut Keputusan MK ‘Final and Binding’: Optimalkan Peran Bawaslu di Pilpres Mendatang

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
KOMPAS.COM/ VITORIO MANTALEAN
Mahkamah Konstitusi memutus sengketa Pilpres 2024 dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Senin (22/4/2024). 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menolak seluruh permohonan yang diajukan pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) nomor urut 01, Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.

MK juga menolak seluruh permohonan pasangan 03, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.

Penolakan tersebut dibacakan dalam sidang putusan sengketa hasil Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, Senin (22/4/2024) di Jakarta.

MK menyatakan permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum seluruhnya.

Baca juga: BMKG Bina Nelayan Tambak Kulon Progo Pahami Mitigasi Cuaca Ekstrem

Menanggapi hal tersebut, Pakar Hukum Tata Negara (HTN) Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Gugun El Guyanie, S.HI., LL.M mengingatkan bahwa keputusan MK itu bersifat final and binding.

Artinya, keputusan itu sudah mengikat dan tidak ada upaya hukum lain yang bisa ditempuh.

“Sehingga, bagi para pendukung paslon, harus mengakui keputusan MK sebagai lembaga pengawal demokrasi dan konstitusi,” kata Gugun kepada Tribun Jogja, Senin (22/4/2024).

Selama masa pembacaan keputusan, Gugun mengamati ada dissenting opinion yang menarik, meskipun amarnya menolak semua permohonan.

“Ada dissenting opinion dari tiga hakim MK. Dari Prof. Enny Nurbaningsih, beliau guru saya dulu di UGM, kemudian ada Prof. Arief Hidayat dan Prof. Sadi Isra,” ungkapnya.

Ia memberikan penjelasan inti bahwa di Pilpres 2024 ini ada banyak bukti, salah satunya berkaitan dengan politisasi bantuan sosial (bansos) di masa kampanye.

Bansos di masa kampanye Pilpres 2024 itu, kata dia, mengutip pernyataan para hakim MK, dianggap menguntungkan salah satu paslon, yakni anaknya Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming yang menjadi cawapres dari Prabowo Subianto.

“Bansos ini dianggap dari kebijakan Presiden Jokowi. Mau tidak mau, ada relevansi hubungan bansos dengan pencitraan atau menguntungan pasangan Prabowo-Gibran. Prof. Arief Hidayat itu berpendapat, perlu ada pemungutan suara ulang di enam provinsi yang memiliki jumlah pemilih besar karena penentu lumbung suara justru terganggu oleh bansos itu,” tutur dia.

Netralitas pejabat penyelenggara, dijelaskan Gugun, juga disebutkan di dissenting opinion.

Dengan begitu, kita semua perlu belajar dari momentum Pilpres 2024 untuk mengevaluasi penyelenggaran pemilihan umum (pemilu) di tahun-tahun berikutnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved