Zona Merah Antraks, Ternak dari Satu Dusun di Sleman dan Gunungkidul Dikarantina

Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY memutuskan satu dusun di Kabupaten Sleman dan satu dusun Gunungkidul, ditetapkan sebagai zona merah

Editor: Joko Widiyarso
Dok.Humas Polres Gunungkidul
Tim Gegana melakukan sterilisasi Antraks di Serut, Gedangsari, Gunungkidul, Minggu (10/3/2024) 

Melakukan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) kepada masyarakat agar melapor jika ada ternak sakit atau mati mendadak kepada petugas. Pihaknya juga telah melakukan penyemprotan disinfeksi di lokasi kandang dengan formalin 10 persen. Lalu melakukan edukasi dan pengambilan daging hasil sembelihan ternak sakit untuk dilakukan pemusnahan.

Pihaknya bersama dengan aparat kepolisian mengambil sisa daging milik warga yang disimpan di kulkas untuk dimusnahkan.

“Jadi semua kulkas di sembilan keluarga yang untuk menyimpan daging isinya kami keluarkan semua atas persetujuan dari yang punya. Semua kita kumpulkan, kita bakar dan kita timbun sedalam empat meter, lalu kita cor beton. SOP (penanganan) antraks begitu, biar aman," urai Suparmono.

Bupati Sleman, Kustini Sri Purnomo membenarkan jika sisa daging ternak yang terindikasi antraks sudah diambil dari kulkas sembilan keluarga untuk kemudian dimusnahkan.

"Lokasinya ini kan perbatasan antara Sleman, dengan Gunungkidul. Ternak disana kami upayakan untuk diberikan vaksin," ucapnya.

Sultan HB X Heran

Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X, mengaku heran dengan terus berulangnya tradisi berandu atau porak, yakni membagikan dan mengonsumsi daging hewan ternak yang sudah mati atau terlihat sakit.

Berandu disinyalir menjadi penyebab 53 warga di Padukuhan Kayoman, Serut, Gedangsari, Gunungkidul dan Kalinongko Kidul, Gayamharjo, Prambanan, Sleman suspek antraks. Bahkan satu orang dilaporkan meninggal dunia.

"Makanya itu saya heran, saya kasih catatan ke Dinas Kesehatan dan Dinas Pertanian (Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY) kenapa (berandu) selalu berulang gitu," terang Sri Sultan saat ditemui di Kompleks Kepatihan, Kamis (14/3).

Menurutnya, diperlukan upaya untuk meningkatkan literasi masyarakat serta edukasi agar tradisi berandu ini tak lagi terulang.

"Bagaimana untuk jaga ternak dan menjaga diri dari kemungkinan antraks itu agar tidak terulang. Kan hanya beberapa bulan terjadi, sekian bulan selalu terulang gitu," kata Sultan.

"Mosok peternak sapi enggak paham kalau sapinya nglentruk, diam saja, lemas, tidak curiga kan enggak mungkin. Mestinya, ya, diobati, jangan malah dipotong," imbuh Sultan.

Disinggung apakah status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk penyakit antraks akan ditetapkan, Sultan pun angkat bicara. "Saya kira belum (penetapan status KLB), kecuali kalau memang ada dasar (antraks) berkembang. Kalau tidak, bisa terlokalisasi kan lebih baik," urai Sultan.

Sebelumnya, Kepala Dinas Kesehatan (Diskes) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Pembajun Setyaningastutie menegaskan, kejadian luar biasa (KLB) antraks bisa diterapkan jika mencukupi dua syarat.

Pertama, apabila pada tahun sebelumnya tidak terdapat kasus antraks dan pada tahun ini ditemukan kasus serupa. Kedua, manakala kasusnya lebih banyak dibanding tahun sebelumnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jogja
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved