Kasus Antraks di Gunungkidul, Pakar UGM: Hewan Sakit Tidak Boleh Dipotong
Spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks ini sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.
Penulis: Hanif Suryo | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM bidang Mikrobiologi Prof. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni angkat bicara terkait temuan penyakit antraks di Kabupaten Gunungkidul tepatnya di Kapanewon Gedangsari.
Sekadar informasi, satu orang warga ditengarai suspek penyakit antraks.
Kasus ini menjadikan beberapa daerah Gunungkidul kerap menjadi sumber penularan penyakit zoonosis ini.
Sekedar informasi, pada tahun 2019 di Kapanewon Karangmojo dan Ponjong ditemukan 12 orang positif dan satu orang meninggal.
Selanjutnya tahun 2021, di Desa Hargomulyo, Gedangsari, terdapat 7 orang positif tertular anthrax.
Tahun 2022, ada 13 orang positif anthrax di Ponjong. Sedangkan tahun 2023 lalu, di Dusun Jati, Desa Candirejo, Semanu ditemukan 87 orang positif, 18 bergejala dan satu orang meninggal.
Prof. Agnesia Endang Tri Hastuti Wahyuni mengatakan munculnya kembali kasus anthrax ini disebabkan oleh spora dari Bacillus anthracis yang bersumber dari hewan yang disembelih atau dari lingkungan ternak.
Sebab spora yang dihasilkan oleh bakteri antraks ini sulit hilang dan bisa bertahan di tanah hingga puluhan tahun.
“Di tubuh hewan saat hidup, spora ini belum terbentuk. Namun saat disembelih dan bakteri yang ada dalam darah itu keluar lalu berinteraksi dengan udara akan membentuk spora,” kata Prof. Aeth Wahyuni.
Baca juga: Cara Mencegah Penularan Penyakit Antraks Menurut Pakar UGM
Adapun spora bisa terbentuk jika bakteri Bacillus anthracis terpapar oksigen karenanya spora tidak pernah dijumpai dalam tubuh penderita atau dalam bangkai yang tidak diseksi atau dibuka.
Namun demikian, penyakit anthrax ini menurut Aeth, tidak hanya menjangkit hewan ternak lainnya namun juga menular ke manusia.
Ia menyarankan agar hewan yang terserang anthrax maupun lokasi yang menjadi sumber anthrax harus diisolasi dengan tidak boleh ada satu pun lalu lintas ternak yang keluar masuk lokasi.
“Tidak boleh juga sembarang orang keluar masuk di wilayah tersebut dan hanya petugas yang sudah ditetapkan,” ujarnya.
Selain melakukan isolasi, para peternak perlu meningkatkan biosekuriti dan melakukan pengobatan pada hewan yang sakit serta memberi tambahan suplemen.
Menurutnya, hewan yang terjangkit bakteri anthrax bisa diobati. Bakteri ini mudah mati jika diberi antibiotik, antiseptik, desinfektan dan mati pada suhu di atas 54 derajat celcius selama 30 menit.
Temukan Dua Hewan Ternak Mati Diduga Akibat Antraks, Ini Langkah DPKH Gunungkidul |
![]() |
---|
Capaian Vaksinasi Antraks di DI Yogyakarta Masih 70 Persen, Ini Penyebabnya |
![]() |
---|
Gunungkidul Gelar Kegiatan 'Ngguyang Sapi Neng Tlogo' atau Mandikan Sapi ke Telaga, Ini Tujuannya |
![]() |
---|
Gunungkidul Perkuat Pertahanan Ternak Lewat Vaksinasi dan Edukasi Massal Antraks |
![]() |
---|
Kulon Progo Waspadai Sebaran Antraks seusai Temuan di Gunungkidul |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.