Penutupan TPA Piyungan
Tempat Pembuangan Sampah Harus Jadi Prioritas Pemda DIY, Pakar UII Sarankan Ini
Teknologi termal dengan metode pembakaran bisa menjadi salah satu exit strategy untuk kondisi yang krusial ini.
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Gaya Lufityanti
Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah
TRIBUNJOGJA.COM, YOGYA - Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Piyungan kembali ditutup.
Kali ini, penutupan dilaksanakan selama 45 hari mulai 23 Juli hingga 5 September 2023 mendatang.
Penutupan ini setidaknya menjadi yang kedua setelah TPA Piyungan ditutup pada Minggu dan Senin (16-17/7/2023).
Ini juga menjadi penutupan yang kesekian kali sejak 2020 dengan alasan TPA Piyungan sudah dipenuhi sampah-sampah masyarakat Kabupaten Bantul , Kabupaten Sleman, dan Kota Yogyakarta.
“Permasalahan sampah ini memang harus jadi prioritas utama pemerintah. Bagaimana caranya ada teknologi yang tidak hanya mengurangi di sumber tapi juga sampah yang dihasilkan bisa dihilangkan dengan proses cepat,” papar Dosen Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia (UII), Dr. Hijrah Purnama Putra, S.T., M.Eng kepada Tribunjogja.com , Sabtu (22/7/2023).
Baca juga: Dampak Penutupan TPA Piyungan, Warga Bantul Diminta Buat Lubang di Tanah untuk Sampah Organik
Hijrah menyebut, teknologi termal dengan metode pembakaran bisa menjadi salah satu exit strategy untuk kondisi yang krusial ini.
“Karena kebutuhannya sangat mendesak. Kalau mau pakai teknologi biologis, misalnya pakai bakteri yang memakan sampah, itu butuh waktu lama. Tidak bisa dilakukan saat ini,” jelas dia lagi.
Dia tidak bisa membayangkan, jika di bulan ini saja TPA Piyungan ditutup dan tidak lagi menerima sampah, mau dibawa kemana sampah 700 ton per hari dari tiga wilayah itu.
“Rasanya tidak mungkin kalau hanya diserahkan ke kabupaten atau kota. Belum memungkinkan untuk dilakukan pengelolaan di tingkat masing-masing,” terangnya.
Hijrah menyebut, seharusnya pemerintah sudah memiliki pandangan terkait nasib TPA Piyungan sejak 2019.
Jika perlu lokasi baru, artinya pemerintah harus siap dengan lahan baru jauh dari pemukiman warga.
Warga masa kini sudah teredukasi dengan baik untuk menolak adanya TPA di dekat rumah mereka.
“Kalau mau di Piyungan saja, ya perlu tambah luasan. Kalau perlu yang baru, ya cari penampungan baru. Secara teoritis, ini skenarionya mudah, tapi aplikasinya sulit karena pasti akan banyak penolakan,” terangnya.
Baca juga: Soal TPST Piyungan Ditutup, Pemkab Sleman Siapkan Lokasi Penampungan Sampah Sementara
Sampah Bukan Hanya Memilah
Permasalahan sampah, kata Hijrah, tak sekadar memilah tapi mengambil langkah.
Pemerintah harus segera mengambil langkah agar sampah tidak mengganggu kehidupan manusia.
“Ada lima aspek yang harus kuat, yaitu, regulasi, kelembagaan, operasional, pembiayaan dan masyarakat. Gak bisa kalau cuma dibebankan kepada masyarakat, tapi regulasinya gak ada,” katanya.
Lima aspek itu, kata dia, harus seiring sejalan.
Sebab, pengelolaan sampah yang baik tidak bisa hanya mandeg di regulasi saja, tapi tidak ada campur tangan di lapangan.
“Misalnya juga kalau masyarakat sudah memilah sampah, tapi pas diambil sama truk-truk itu, dijadikan satu lagi, kan susah juga. Semuanya harus sejalan,” bebernya.
Ia mengingatkan, Bali saat ini setidaknya memiliki rencana untuk membangun setidaknya 7 TPST.
“Nah, kalau melihat ke sana, berarti prioritas pembungan sampah di DIY ini kan masih jauh. Melihat prosedur yang ada, ya paling cepat 2026 bisa ada lagi TPA yang bisa digunakan,” terang dia.
Baca juga: Sejarah TPA Piyungan atau TPST Piyungan: 27 Tahun Tampung Sampah, Digunakan Sejak 1996
Progres KPBU Lambat
Dikatakan Hijrah, pemerintah yang kini masih masuk penjajakan Kerja Sama Pemerintah dan Bidang Usaha (KPBU), tergolong lambat untuk melangkah.
Di tanggal 8 Juni 2023, KPBU TPST Piyungan baru memasuki proses tender.
Saat itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) DIY Kuncoro Cahyo Aji mengatakan sudah ada sejumlah investor yang menawarkan metode pengolahan sampah .
Namun, dia meminta para investor agar mengikuti mekanisme yang berlaku dalam proses tender.
“Progres KPBU ini, saya lihat, agak lambat dibanding dengan urgensi persampahan kini. Proses KPBU ini akan panjang, padahal masalah sampah di DIY sudah kronis dan butuh penanganan segera,” terangnya.
Ia mencontohkan, apabila KPBU baru berada di tingkat kajian, studi kelayakan dan mendengarkan masukan dari para ahli, bisa-bisa teknologi proyek itu baru terealisasi 2026.
“Proses desain mungkin di 2024, paling cepat, pembangunan dilaksanakan 2025. Selambatnya 2026 baru terealisasi itu proyek. Sedangkan, tahun ini saja, TPST Piyungan sudah overload dan tak bisa menerima lagi,” rincinya. ( Tribunjogja.com )
Sekda DIY Minta Kabupaten/Kota Kurangi Produksi Sampah untuk Perpanjang Usia TPA Piyungan |
![]() |
---|
Belasan Ton Sampah Setiap Hari Menumpuk di Jalanan Kota Yogyakarta Selama Pembatasan TPA Piyungan |
![]() |
---|
Pemda DIY Lakukan Evaluasi Penanganan Sampah Jelang Kembali Dibuka TPA Piyungan |
![]() |
---|
Sri Sultan HB X Persilakan Kabupaten/Kota Sanksi Warga yang Bakar dan Buang Sampah Sembarangan |
![]() |
---|
FMSS Datangi DPRD DIY Pertanyakan Arah Kebijakan Pengelolaan Sampah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.