Pemilu 2024 Resmi Gunakan Sistem Proporsional Terbuka
Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
Penulis: Hari Susmayanti | Editor: Hari Susmayanti
TRIBUNJOGJA.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem Pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka.
Keputusan itu dibacakan dalam sidang putusan gugatan Uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu pada Kamis (15/6/2023) siang.
Sidang pembacaan putusan perkara nomor 114/PUU-XX/2022 tersebut dipimpin langsung oleh Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams).
Dalam putusannya, MK tidak mengabulkan gugatan untuk mengganti sistem pemilu legislatif yang sebelumnya diajukan oleh enam penggugat yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Dengan keputusan ini, maka sistem pemilu legislatif 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka seperti yang sebelumnya.
Sistem proporsional terbuka sendiri sudah diberlakukan sejak 2004 silam.
"Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Anwar Usman didampingi tujuh hakim konstitusi lain (minus Wahiduddin Adams) seperti yang dikutip dari Kompas.com.
Baca juga: Pantau Putusan MK Sistem Pemilu 2024 Secara Live Streaming, Cek di Link Ini
Dalam putusannya, mahkamah menyatakan, berdasarkan pertimbangan terhadap implikasi dan implementasi sistem pileg daftar calon terbuka, serta original intent dan penafsiran konstitusi, dalil-dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Sebelumnya, enam orang mengajukan uji materiil pasal 168 UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Gugatan tersebut diajukan pada 14 November 2022 silam.
Enam orang yang mengajukan uji materi tersebut yakni Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, lalu Yuwono Pintadi yang merupakan kader Partai Nasdem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Dalam gugatannya, para pemohon meminta MK mengubah sistem pemilu dari proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup.
Adapun Pasal 168 ayat (2) UU Nomor 7 Tahun 2017 berbunyi, “Pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka”.
Para pemohon berpendapat, sistem pemilu proporsional terbuka bertentangan dengan konstitusi.
Sebab, Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 UUD 1945 menerangkan bahwa anggota DPR dan DPRD dipilih dalam pemilu, di mana pesertanya adalah partai politik.
Sistem Pemilu Proporsional Terbuka: Dekatkan Pilihan Rakyat, Potensi Jual Beli Suara Lebih Besar |
![]() |
---|
Tanggapan Bupati Magelang Soal Putusan MK Sekolah Swasta Gratis |
![]() |
---|
Adian Napitupulu: Putusan MK soal Pendidikan Gratis Harus Dijalankan, Tanpa Berkeluh Kesah |
![]() |
---|
Alumni UMY Menangkan Permohonan Pemisahan Jadwal Pemilu Nasional dan Lokal |
![]() |
---|
Penjelasan Hakim MK soal Pendidikan Gratis SD-SMP Swasta |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.