Sumbu Filosofi Yogyakarta

Sejarah Masjid Pathok Negoro, Dalam Falsafah Jawa: Kiblat Papat Limo Pancer

Apakah Tribunners pernah mendengar Masjid Pathok Negoro? Kira-kira apa dan di mana Masjid Pathok Negoro berada? Mari kita bahas lanjut terkait Masjid

jogjaprov.go.id
Sejarah Masjid Pathok Negoro, Dalam Falsafah Jawa: Kiblat Papat Limo Pancer 

Masjid Ad-Darojat Babadan adalah menjadi Masjid Pathok Negara yang didirikan di sisi Timur Keraton Kasultanan oleh Sultan HB I pada tahun 1774.

Masjid yang terletak di Dusun Babadan Kauman, Kelurahan Banguntapan, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul tersebut mengalami sejarah yang panjang.

Kisah menarik dari Masjid Jami’ Ad-Darojat di Babadan ini sempat dipindahkan ke Jalan Kaliurang. Loh kog bisa?

Jadi, dulu keberadaan masjid ini pernah dipindahkan kolonial Jepang. Dipindah dari Bantul ke Jalan Kaliurang, Sleman, DI Yogyakarta.

Pemindahan dilakukan karena Jepang akan membangun pangkalan pesawat di sekitar berdirinya masjid.

Nah, setelah dipindahkan, di Sleman ternyata masjid tak terurus.

Bahkan, kehidupan keagamaan warga di sekitar seakan mati suri, tidak seperti di tempat awal.

Sekitar tahun 1960, masjid pun dikembalikan.

Awalnya, ide pembangunan kembali masjid ini di tempat semula dilakukan oleh salah seorang warga Babadan. Namanya pun kini disematkan menjadi bagian dari nama masjid, “Ad Darojat”.

Nama Ad-Darojat sendiri berasal dari nama kecil Sri Sultan Hamengkubuwono IX yaitu Darojatun.

4. Masjid Nurul Huda Dongkelan

Masjid Nurul Huda Dongkelan atau Masjid Pathok Negara Dongkelan di Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Bantul
Masjid Nurul Huda Dongkelan atau Masjid Pathok Negara Dongkelan di Kalurahan Tirtonirmolo, Kapanewon Kasihan, Bantul (TRIBUNJOGJA.COM / Santo Ari)

Terakhir ada Masjid Nurul Huda Dongkelan yang letaknya di sisi selatan. Masjid ini terletak di desa Kauman, Dongkelan, Tirtomartani, Kasihan, Bantul, DI Yogyakarta yang pada tahun 1775 digunakan sebagai tempat ibadah sekaligus juga benteng pertahanan.

Masjid Nurul Huda Dongkelan menjadi saksi bisu peran Masjid Pathok Negara sebagai sistem pertahanan.

Di masa perlawanan Pangeran Diponegoro, masjid ini ludes dibakar oleh Belanda karena dianggap sebagai tempat berkumpulnya para pejuang pengikut Pangeran Diponegoro.

Masjid Nurul Huda didirikan pada tahun 1775 dengan Kyai Syihabudin sebagai penghulunya.

Bangunan awal masjid ini beratapkan ijuk. Ciri utama sebagai Masjid Pathok Negara terletak di mustaka tanah liatnya. 

Mustaka tersebut kini tidak lagi berada di atap masjid, namun disimpan dalam kotak kaca. Mustaka ini pula yang tersisa dari bangunan ini ketika ludes dibakar Belanda.

Falsafah dan Makna Masjid Pathok Negoro

Setelah menilik sejarahnya, adapun falsafah Jawa yang mengatakan Masjid Pathok Negoro sebagai kiblat papat limo pancer, atau yang dikenal juga dengan mancapat-mancalima.

Seperti yang dilansir Tribunjogja.com dari laman kratonjogja, falsafah ini diwujudkan dengan posisi empat Masjid Pathok Negara di empat penjuru mata angin, dengan Masjid Gedhe sebagai pusatnya. Hal ini adalah perwujudan konsep mandala.

Jumlah tumpang pada atap digunakan sebagai pembeda antara posisi Masjid Gedhe sebagai pusat dan keempat masjid lainnya sebagai penjuru.

Mandala dalam konsep pemerintahan merupakan penggambaran keharmonisan antara makrokosmos dengan mikrokosmos (rakyat dan pusat kekuasaan).

Dalam bahasa Jawa dikenal sebagai Manunggaling Kawulo Gusti.

Selain konsep mandala, terdapat juga konsep “dunia waktu”, yaitu penggolongan empat dimensi ruang yang berpola empat penjuru mata angin dengan satu pusat.

Konsep ini merupakan penggambaran kesadaran diri manusia akan hubungan yang tidak terpisahkan antara dirinya dengan alam semesta.

Makna terdalam dari konsep ini adalah apabila manusia mampu mengendalikan eksistensi ganda elemen kehidupan maka akan tercapai kesempurnaan lingkaran mandala di dalam dirinya.

Maka keberadaan Masjid Pathok Negoro dengan Masjid Gedhe di tengahnya ini, memberi peringatan kepada para penghuninya agar mengenali dirinya sendiri serta menyatu dengan alam semesta.

( Tribunjogja.com / Bunga Kartikasari )

 

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved