Erupsi Gunung Merapi

Benarkah Erupsi Gunung Merapi Sebabkan Cuaca Panas di DI Yogyakarta? Ini Kata Pakar UGM

Awan panas guguran yang keluar dari mulut Gunung Merapi tidak serta merta menjadi penyebab munculnya cuaca panas di DIY.

Penulis: Ardhike Indah | Editor: Muhammad Fatoni
Twitter @BMKG_Indonesia
Foto-foto Erupsi Merapi Hari Ini Sabtu 11 Maret 2023 dari Twitter @BMKG_Indonesia 

Laporan Reporter Tribun Jogja, Ardhike Indah

TRIBUNJOGJA.COM, SLEMAN - Suhu udara panas terasa di wilayah DI Yogyakarta beberapa hari belakangan, berbarengan dengan erupsi Gunung Merapi pada Sabtu (11/3/2023).

Namun, apakah erupsi Gunung Merapi tersebut itu adalah penyebab cuaca panas di DI Yogyakarta?

Pakar Iklim dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr. Emilya Nurjani, S.Si., M.Si menjelaskan rentetan awan panas guguran yang keluar dari mulut Gunung Merapi tidak serta merta menjadi penyebab munculnya cuaca panas di DIY.

“Aerosol yang dihasilkan oleh erupsi awan panas guguran itu mungkin saja bisa berpengaruh menaikkan suhu, mengurangi suhu atau justru bisa tidak terjadi apa-apa. Itu harus diukur dulu untuk menentukannya,” kata Emilya saat menjadi pembicara di Sekolah Wartawan bertajuk ‘Bencana Hidrometeorologi dan Perubahan Iklim di UGM’, Senin (13/3/2023).

Dengan artian, erupsi Gunung Merapi tidak otomatis membuat kenaikan atau penurunan suhu cuaca.

Jika pun ada perubahan suhu, itu tidak terjadi di seluruh DIY, tapi di daerah dimana abu Merapi turun.

Dia menjelaskan, Gunung Merapi memiliki tinggi 2.968 mdpl dan itu berarti debu-debu yang dimuntahkan dari perut gunung bisa langsung terbawa ke daerah lain.

Pada Sabtu kemarin, arah angin menuju ke barat laut-utara atau menuju area Magelang dan sekitarnya.

“Karena arah anginnya ke barat itu, jadi Yogya aman dari abu. Kalau di daerah di barat, debu-debu itu kemudian menutupi radiasi matahari. Matahari yang mau menyinari bumi jadi terganggu. Hanya, kejadian itu lokal saja, hanya di daerah yang tertutup abu saja,” jelas dia.

Emilya menambahkan, kejadian erupsi Gunung Merapi di tahun 2023 ini berbeda dengan erupsi tahun 2010.

Saat itu, gunung tersebut masih mengeluarkan erupsi eksplosif dengan semburan yang membumbung tinggi.

“Saat itu, kami mengukur, radiasinya nol, selama tiga hari ke depan itu radiasi nol. Artinya, cuaca menjadi lebih dingin karena tidak ada radiasi yang masuk. Baru kemudian berangsur-angsur, matahari mulai masuk karena abu-abu sudah mulai hilang,” urainya.

Dilanjutkan Emilya, di DIY dan sekitarnya masih ada proses cuaca, seperti tekanan udara dan hujan.

Ditambah, di negara tropis seperti Indonesia ada lapisan troposfer yang cukup tebal, sehingga abu Merapi juga tidak terperangkap di stratosfer yang bisa berpengaruh dengan iklim.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved