Update Corona di DI Yogyakarta

Dinkes DIY Sebut Subvarian Covid XBB Belum Terdeteksi di DI Yogyakarta

Subvarian Covid XBB menyebabkan lonjakan kasus Covid-19 yang tajam di Singapura, diiringi dengan peningkatan tren perawatan di rumah sakit.

Penulis: Yuwantoro Winduajie | Editor: Gaya Lufityanti
ISTIMEWA
Ilustrasi Covid-19 

“UGM masih terus melakukan genomic surveillance. Kita ambil sampel di akhir September 2022 lalu dan saat ini masing dalam proses running serta analisis harapannya hasilnya bisa keluar di minggu-minggu ini untuk bisa mengetahui apakah ada XBB di DIY dan Jateng,” urainya.

Gunadi mengimbau masyarakat untuk tidak panik menghadapi masuknya Covid-19 subvarian Omicron XBB di Indonesia. Namun, ia tetap meminta masyarakat untuk tetap waspada dan memperkuat penerapan protokol kesehatan.

“Jangan khawatir berlebihan. Bagi yang belum vaksin segerakan vaksin dan lakukan booster juga bagi yang belum untuk meningkatkan perlindungan terhadap penularan Covid-19 sub varian baru ini,” jelasnya.

Dia menjelaskan bahwa Covid-19 akan terus terus bermutasi.

Baca juga: Waspadai 11 Gejala Subvarian Covid XBB

Adapun varian baru XBB merupakan hasil evolusi dari varian Omicron .

Karenanya varian XBB memiliki sifat dasar yang sama dengan Omicron dari segi kecepatan penularannya.

Disamping itu, varian ini juga dianggap setara dengan kemampuan varian Omicron BQ.1.1 dalam menghindari sistem imun tubuh.

“Varian XBB ini selain cepat penyebarannya juga bersifat imun escape setara dengan Omicron BQ. 1.1 yang bersifat paling mampu menghindar dari sistem imun kita. Ini patut menjadi perhatian kita semua,” terangnya.

Di Singapura saat ini terjadi peningkatan kasus gelombang XBB. Menurutnya, Singapura dengan cakupan vaksinasi yang bagus, namun angka kasus Subvarian Covid XBB meningkat lebih dari 50 persen  dimungkinkan karena program testing, tracing, genomic survey yang cukup tinggi sehingga banyak temuan kasus.

“Singapura ini mungkin testing dan tracingnya cukup tinggi sehingga tidak berarti negara lain yang rendah kasus XBB ini memang rendah kasusnya. Bisa jadi karena testing, tracing, genomic surveillance belum tinggi,”paparnya. ( Tribunjogja.com )

Sumber: Tribun Jogja
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved