Bentrokan di Babarsari, Sosiolog UGM: Multi Culture Society Cukup Kuat, Tapi Ekonomi Tak Inklusif
Sosiolog Ekonomi Perkotaan UGM, Derajad Sulistyo Widhyharto, S.Sos., M.Si., menilai bentrokan terakhir di Yogyakarta tersebut sebenarnya bukan persoal
Penulis: Ardhike Indah | Editor: Kurniatul Hidayah
Ada poin-poin penting yang perlu untuk ditumbuhkan di Yogyakarta, misalnya soal jam belajar di Yogyakarta yang kini tidak berlaku lagi.
“Ke depan regulasi yang ada mestinya diadaptasikan dengan konsep istimewanya Yogyakarta. Kalau istimewa bagi pelajar adalah jam belajar maka harus diperhatikan. Meski kini tinggal jargon yang tertulis saja karena dalam prakteknya kemudian banyak pelajar atau mahasiswa berkeliaran di mal dan lain-lain. Ini kan memperlihatkan tarikan pertumbuhan kota Yogyakarta sebagai kota metropolis lebih besar," paparnya.
Baca juga: Kurang dari 24 Jam, Tersangka Dugaan Kasus Pencurian Pakan Ayam di Kulon Progo Dibekuk Polisi
Untuk bisnis-bisnis pendukung, Derajad memberi saran untuk disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat yang multiculture, semisal berkembangnya co-working space untuk mahasiswa dan pelajar.
Hal semacam itu tentunya sebagai pertumbuhan yang sesuai dengan Yogyakarta dengan sebutan kota pelajar.
“Tetapi kalau yang tumbuh kemudian adalah karaoke, hotel-hotel, apartemen kan tidak ada bedanya dengan Jakarta, Surabaya dan lain-lain," tandasnya. (Ard)